Mata Kuliah : Pembelajaran Membaca
Dosen Pengampu : H. Zaenal Abidin, M.Pd
Disusun oleh:
Kelompok
Abdul Majid
Rudiyanto
Titi Yuhana
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
NAHDLATUL
ULAMA INDRAMAYU
(STKIP
NU INDRAMAYU)
Jalan Raya Kaplongan
No. 28 Karangampel - Indramayu
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT, karena rahmat dan karunia-Nyalah kami dapat menyelesaikan sebuah
tugas makalah yang berjudul “Strategi Rekonstruktif”
Makalah
ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Pembelajaran Membaca. Kami sebagai
penulis makalah ini, sangat berterima kasih kepada penyedia sumber walau tidak
dapat secara langsung untuk mengucapkannya.
Kami menyadari
bahwa setiap manusia memiliki keterbatasan, begitu pun dengan kami. Dalam
pembuatan makalah ini mungkin masih banyak sekali kekurangan-kekurangan yang
ditemukan, oleh karena itu kami mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Kami mangharapkan kritik dan saran dari pembaca dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembacanya.
Indramayu,
September 2017
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Penulisan
Pada hakikatnya membaca merupakan kesatuan berbagai
proses. Hal yang perlu dicamkan dalam kegiatan membaca itu merupakan proses.
Oleh karena itu, siswa perlu dilatih secara intensif, teratur, dan berkesinambungan
dalam kegiatan membaca untuk melakukan kegiatan yang aktif dan merangsang pola
pikir. Membaca merupakan kemampuan yang kompleks. Membaca bukan hanya kegiatan
memandangi lambang-lambang tertulis semata, tetapi berupaya agar lambang-lambang
yang dilihatnya itu menjadi lambang-lambang yang bermakna baginya.
Dalam bab dua dan bab tiga terdahulu, telah kita bahas dua jenis
strategi pengajaran dan pembelajaran bahasa yaitu strategi reseptif dan
strategi komunikatif dengan keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Dalam
bab empat ini, kita akan membahas secara khusus strategi yang ketiga yaitu
strategi rekonstruktif.
1.2
Rumusan
Masalah Penulisan
Pada makalah ini, kita akan membahas beberapa hal yang berkaiatan
dengan pembelajaran membaca, yaitu :
a.
Apa
saja aspek psikolinguitik pada strategi rekonstruktif ?
b.
Bagaiamana
dimensi pedagogis pada strategi rekonstruktif?
c.
Apa
saja faktor pembelajar dan faktor kontekstual?
d.
Apa
kelemahan dari strategi rekonstruktif?
1.3 Tujuan
Penulisan
Pada makalah ini, kita akan membahas beberapa hal yang berkaitan
dengan pembelajaran membaca, yaitu :
a.
Dapat
mengetahui apa saja aspek psikolinguitik pada strategi rekonstruktif.
b.
Dapat
mengetahui Bagaiamana dimensi pedagogis pada strategi rekonstruktif.
c.
Dapat
mengetahui apa saja faktor pembelajar dan faktor kontekstual.
d.
Dapat
mengetahui apa kelemahan dari strategi rekonstruktif.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Strategi Rekonstruktif
Strategi rekonstruktif adalah suatu prosedur yang memperkenalkan
serta memaksakan strategi pembelajaran tertentu yang terdiri atas pengembangan
kompetensi serta dan sangant terkontrol dalam bahasa sasaran melalui
partisipasi pembelajar yang panjang dalam kegiatan-kegiatan rekonstruktif.
2.2 Aspek-aspek Psikolinguistik
Kegiatan-kegiatan rekonstruktif (yang bersifat membangun kembali)
selalu didasarkan pada teks, lisan atau tulis, dalam bahasa sasaran. Teks
sumber ini menyediakan serta memberikan kepada pembelajar sarana-sarana
linguistik dalam bentuk struktur-struktur , butir-butir leksikal, frase
kolokasi/sanding kata, dan sebagainya yang diperlukan untuk keberhasilan dan
ketepatan pelaksanaan tugas produktif yang diberikan oleh para pengajar. Tugas
itu sendiri harus dikaitkan dengan teks sumber, oleh karena itu, kegiatan kelas
dapat saja mencakup serta melibatkan, antara lain:
a.
penceritaan
kembali isi teks.
b.
pembuatan
ringkasan/ikhtisar.
c.
mengatakan
kembali dari sudut-sudut pandang tertentu, serta
d.
menyadurnya
sesuai dengan situasi dan pengalaman pribadi pembelajar.
Segala jenis teks dapat dilibatkan dalam tugas-tugas rekonstruktif
seperti itu, terlepas dari fungsi-fungsinya . Dalam konteks sekolah, para
pembelajar mempersiapkan diri mereka bagi tugas-tugas rekonstruktif, kebanyakan
dengan cara menggarap teks milik mereka sendiri. Lalu mereka menampilkan
tugas-tugas tersebut di kelas, memperoleh umpan-balik dari pengajar atau teman
sekelas jika mereka bekerja dalam kelompok-kelompok.
Ditinjau dari
psikolinguistik, maka pembelajar rekonstruktif dapat dianggap sebagai:
a.
Produksi
ujaran/tuturan.
b.
Formasi
hipotensi.
c.
Pembelajaran
keterampilan.
d.
Pemrosesan
informasi.
dan pengajaran rekonstruktif sebagai:
a.
Pendekatan
berdasarkan teks, dan
b.
Strategi
jangka panjang.
2.2.1
Pembelajaran Rekonstruktif sebagai Produksi Tuturan
Selama kegiatan rekonstruktif dilaksanakan secara lisan, maka kita
harus menganalisnya dari sudut pandangan model psikolinguistik.model produksi
tuturan ini telah dibuat dan dikembangkan oleh Clark dan Clark (1977 : 224-5)
yang terdiri atas lima tahap, yaitu:
a.
Perencanaan
wacana.
b.
Perencanaa kalimat.
c.
Perencanaan
unsur/gatra.
d.
Program
artikulatori, dan
e.
Artikulasi.
Menurut skema ini, para pembicara mulai dengan suatu pesan yang
diharapkan, membangun kerangka umum kalimat, merencanakan setiap unsur utama
mengisi kerangka tersebut, mengisinya dengan kata-kata, dan akhirnay mengeja
kata-kata tugas, akhiran dan awalan, dan mengucapakan pesan yang dikandungnya.
Demikian, tugas produktif utama para pembelajar dilaksanakan pada
tataran kalimat dan perencanaan unsur, karena di sini diharapkan membuat
beberapa kombinasi yang serasi dari unsur-unsur yang terdapat dalam teks asli.
Dengan cara pembelajar dikatakan telah mempraktikan kreativitas linguistik
(dalam pengertian Chomsky), selama kreativitas ini dilihat sebagai pengisi
komponen sintaktik dan memanifestasikan dirinya dalam kemampuan penutur
membangun ucapan-ucapan baru. Maka dari itu, ditegaskan bahwa kegiatan rekonstruktif
mengembangkan jenis kemampuan jenis kemampuan yang merupakan inti keterampilan
produktif berbicara dan menulis, Perlu dicatat bahwa dengan timbulnya
kreativitas linguistik pada tataran kalimat dan gatra, para pembelajar telah
mempelajari hal yang paling khas bagi bahasa target tertentu dan juga telah
mengetahui bahwa yang harus dipelajari pertama kali adalah struktur
gramatikalnya, kosakatanya beserta konvesi-konvesi peristiwa leksikal, dan
sistem bunyi.
2.2.2
Pembelajaran Rekonstruktif sebagai Formasi Hipotesis
Selain dari pada sebagai produksi tuturan, kita dapat juga
berasumsi bahwa pembelajar rekonstruktif pun berfungsi sebagai pembentukan dan
pengujian hipotesis, sebagai formasi dan tes hipotesis. Harus diingat bahwa
strategi ini tidak berdasarkan masukan seperti yang terdapat metode
pembelajaran reseptif yang murni, juga tidak terimplementasi oleh perhatian
selektif yang memakan waktu terhadap butir-butir bahasa khusus sesuai dengan
program internal kognitif umum atau ciri khas bahasa seperti yang terdapat
dalam pembelajaran melalui komunikasi.
2.2.3
Pembelajaran Rekonstruktif sebagai Pembelajaran Keterampilan
Analisi mengenai aspek psikolinguistik strategi rekonstruktif
seharusnya mencakup kenyataan yang mrempunyai beberapa implikasi pedagogis penting,
yaitu bahwa pembelajar rekonstruktif dapat dianggap sebagai jenis pembelajaran
keterampilan. Hal ini berkaitan dengan ciri-ciri pembelajaran rekonstruktif
sebagai perlunya menaruh perhatian pada aspek formal bahasa, terutama sekali
pada tahap-tahap awal, dan perlunya perencanaan ucapan secara sangat teliti.
2.2.4
Pembelajar Rekonstruktif sebagai Skema Pemrosesan Informasi
Proses pemerolehan keterampilan merupakan otomatisasi progresif
dari rencana tingkat rendah atau unit operasi bahasa (Levelt, 1978:57). Pada
tahap awal pelaksanaanya menuntut banyak upaya mental, namun performansi ulang
operasi-operasi sadar tersebut terarah pada otomatisasi sehinnga semua itu
tersedia bagi pembelajar sebagai rencana-rencana yang sudah jadi, yang
tersimpan dalam ingatan jangka panjang. Hal ini memungkinkan para pembelajar
menggunakan waktu dan upaya yang relatif singkat pada rencana tingkat rendah
dan dengan demikian, membebaskan kapasitas pemrosesannya yang terbatas bagi
operasi-operasi tingkat yang lebih tinggi. Skema pemerolehan keterampilan ini
yang disebut sebagai pendekatan pemrosesan informasi dalam psikologi pendidikan
kontemporer memberikan peranan besar bagi performansi ulang operasi bahasa yang
pada awalnya secara sengaja dan sangat terkontrol, baik dalalm tugas reseptif
maupun dalam tugas produktif. Tidak ada cara lain kecuali dengan berlatih, yang
dapat mengubah operasi-operasi terkontrol tersebut menjadi bersifat otomatis.
2.2.5
Pengajaran Rekonstruktif sebagai Pendekatan Berdasarkan Teks
Strategi rekonstruktif memang mempunyai keunggulan lain dalam hal
penyadaran dirinya pada teks yang menyajikan dalam penggunaan sehari-hari,
dalam hubungan –hubungan sintagmatik. Dari pengalaman yang diperoleh dalam
pengajaran bahasa, kita mengetahui bahwa penyajian bahasa umumnya dalam bentuk
paradigma dan dalam kalimat-kalimat terpisah serta tidak bersifat kontekstual.
Hal ini, bukan merupakan strategi pengajaran bahasa yang efektif. Penggunaan
teks-teks itu menyajikan bahasa sebagai pengekspresian sebagai fungsi
komunikatif, menyajikan sintaksis dan morfologinya dalam praktik dan bukan
dalam kaidah yang abstrak serta tabel-tabel paradigmatis, juga menyajikan
kosakatanya bukan sebagai butir-butir terpisah tetapi dalam frase dan kolokasi
yang sesuai dengan konvensi khas bahasa mengenai peristiwa-peristiwa leksikal.
2.2.6
Pengajaran Rekonstruktif sebagai Strategi Jangka Panjang
Dari pembahasan terdahulu, dapat kita simpulkan bahwa strategi
rekonstruktif menggunakan persepektif jangka panjang, dan tentu saja tak dapat
diharapkan menghasilkan kesiapan sesegera mungkin untuk berpartisipasi dalam
kegiatan berbicara spontan. Pembelajaran harus menabung dalam perbendaharaan
linguistik sejumlah model bahasa, dalam bentuk pola-pola struktur,
ekspresi-ekspresi, kata-kata, frase-frase, dan kolokasi-kolokasi, formulaik,
sebelum dia diminta menayangkan kemampuannya mengambil bagian dalam interaksi
yang tidak terstruktur. Dengan kata lain, perbendaharaan linguistiknya harus
diisi terlebih dahulu dan kemudian barulah dapat diminta para pembelajar
beribicara secara bebas. Tentu saja hal ini memerlukan yang relatif lama
(Marton, 1988). Inilah sebabnya pengajaran rekonstruktif dapat dianggap sebagai
strategi jangka panjang.
2.3 Dimensi-dimensi Pedagogis
Strategi rekonstruktif telah mendirikan salah satu batu penjuru
gerakan pembaharuan (reform moement) pada akhir abad ke 19 dan yang secara khusus
telah didukung oleh Jespesen yang beranggapan bahwa teks merupakan dasar bagi
semua kegiatan pembelajaran reseptif dan produktif. .
2.3.1 Ciri Pokok Kelas Rekonstruktif
1.
Inti
pokokya performansi aktivitas rekonstruktif
2.
Pembelajar
memproduksi hanya ucapan-ucapan yang baik/benar
3.
Swakoreksi
kesalahan sangat diharapkan dari pembelajar
4.
Kaidah-kaidah
tata bahasa diajarkan secara implisit atau eksplisit
5.
Bahasa
target dipakai di kelas oleh pengajar dan pembelajar
6.
Untuk
meningkatkan penayangan, makna kata-kata baru dijelaskan pengajar
7.
Koreksi
sistematis atas kesalahan ucapan pembelajar
8.
Pada
tingat lanjutan : tugas individual berdasarkan minat dan pilihan pembelajar
sendiri
2.3.2 Fungsi Pedagogis Strategi Rekonstruktif
1.4
Menjamin
perkembangan kompetensi pembelajar dalam B2 secara bertahap melalui organisasi
dan susunan urutan kegiatan rekonstruktif yang tepat.
1.5
Pengembangan
kecermatan dan ketepatan berbahasa melalui koreksi atau perbaikan kesalahan
pembelajar secara sistematis.
Aspek yang
terpenting dari fungsi pengajran bahasa rekonstruktif adalah yang berkaitan
dengan pengembangan kompetensi B2 secara sistematis dan gradual (bertahap).
Dari segi gradualnya, kegiatan rekonstruktif ini dapat kita bagi atas empat
jenis (klasifikasi berdasarkan jenjang peningkatan kesulitan), yaitu :
a.
Kegiatan
reproduktif
b.
Kegiatan
menggabung ulang
c.
Kegiatan
rekreatif
d.
Kegiatan
semi kratif
a.
Kegiatan
Reproduktif
Kegiatan ini dianggap yang paling mudah
secara hierarkis,dapat dilukiskan sebagai
ulangan-ulangan lisan secara kalamiah(verbatim oral repetitions)teks
sumber secara keseluruhan ataupun fragmennya oleh pembelajar.
Karenanya,persiapan bagi performansi tugas ini mencakup mengingat atau
menghafal teks sumber. Ini bukan merupakan beban berat bagi ingatan pembelajar,
bila teks-teks sumber itu agak pendek. Teks singkat dan sederhana secara
linguistik memang dapat dihafal secara mudah setelah dibaca dan disimak secara
cermat beberapa kali,sekalipun tanpa perhatian serius dari pihak pembelajar.
Akan tetapi,pembelajar harus benar-benar menyadari akan makna butir bahasa
tertentu yang membangun teks tersebut.
b.
Kegiatan
Menggabung-ulang
Tugas
menggabung-ulang merupakan tipe kegiatan rekonstruktif lanjutan yang menuntut
pembelajar memproduksi ucapan-ucapan baru dan tepat dari unsur yang terdapat
dalam teks sumber. Produksi ini kebanyakan berlangsung dibawah bimbingan
pengajar. Ada 3 teknik dasar yang dapat dipakai untuk merealisasikan tugas
menggabung-ulang ini.
Teknik pertama,yang hanya dapat digunakan
dikelas yang berlatar belakang umum B1; di sini pengajar menyajikan kalimat B1
yang memperlihatkan kombinasi unsur baru yang terdapat dalam teks sumber atau
teks yang telah diperkenalkan sebelumnya,dan para pelajar menerjemahkan
kalimat-kalimat tersebut ke dalam B2 dan mengucapkannya dengan suara nyaring.
Teknik kedua,yang dapat digunakan apabila
teks sumber diperkenalkan dalam kaitannya dengan unsur-unsur visual; didasarkan
dengan penyajian stimulus visual yang disusun secara tepat,yang akan
didatangkan atau memancing responsi-responsi verbal dalam bentuk rekombinasi
baru unsur bahasa yang terdapat dalam teks sumber.
Teknik ketiga,pengajar dapat menyajikan
kalimat asli dari teks sumber dan menunjukkan substitusi unsur-unsur dapat
dibuat; hal ini mendorong pembelajar memproduksi kalimat-kalimat baru dengan
proses substitusi.
c.
Kegiatan
Rekreatif
Saat menampilkan kegiatan rekreatif para
pembelajar diharapkan dapat menciptakan kembali keseluruhan teks sumber tanpa
mengulanginya kalimat demi kalimat. Pada dasarnya ada dua teknik yang dapat
digunakan untuk tugas ini,yaitu: merangkum/meringkas
teks sumber, dan menceritakannya kembali.pembelajar
mempersiapkan dirinya bagi penampilan tugas rekreatif dangan cara membaca atau
menyiamak secara cermat seluruh teks sumber dua atau tiga kali.
d.
Kegiatan Semi Kreatif
Tipe kegiatan rekonstruktif yang keempat
dan juga yang paling sulit adalah kegiatan semi kreatif. Saat menayangkan tugas
ini,pembelajar mentransformasikan teks sumber,mengubah isi gagasannya atau
struktur retorikanya sampai tingkat tertentu. Walaupun saat melaksanakan tuga
sini pembelajar menyadarkan diri pada sumber teks,dia juga memerlukan beberapa
butir tambahan,terutama sekali dalam bentuk unit-unit leksikal. Butir-buti
tambahan ini,dapat diberikan oleh pengajar atau pembelajar sendiri. Yang
penting ialah pembelajar selalu mempersiapkan diri dengan baik secara linguistik
untuk penampilannya dikelas dan tidak boleh terpengaruh ole strategi
komunikasi. Pada dasarnya ada empat teknik yang dapat digunakan untuk
merealisasikan tugas-tugas semi kreatif ini,yaitu:
a.
Penceritaan
kembali teks sumber dari berbagai sudut pandang;
b.
pengadaptasian
teks sumber pada situasi yang berbeda;
c.
pengadaptasian teks sumber pada pengalaman
pribadi pembelajar;dan
d.
Pengubahan struktur retorika/jenis fungsional
teks
Dengan demikian,dapat disimpulkan bahwa kegiatan reproduktif yang
semi kreatif ini melibatkan berbagai rencana berdikari pada semua tingkat
wacana,kalimat,gatra/unsur. Karena alasan inilah,semua itu ditempatkan pada
puncak hierarki kesulitan dalam skema tugas-tugas rekonstruktif. Telah kita
bahas secara singkat kegiatan reproduktif, gabung-ulang, rekreatif,dan semi
rekreatif dalam pengajaran bahasa yang berstrategi rekonstruktif. Harus diingat
dan dipahami bahwa teknik yang sama dapat dipakai pada berbagai tingkat
kesulitan, tergantung pada cara pengimplementasiannya.
Dalam pengajaran bahasa yang menerapkan strategi
rekosntruktif,sangat ditekankan perkembangan akurasi(ketepatan) pemakaian B2;
dengan kata lain,pembelajar tidak diijinkan mengotomatisasikan butir-butir B2
yang tidak benar.aspek-aspek pedagogis yang berkaitan dengan akurasi atau
ketepatan dapat dipandang sebagai:
a.
Error
prevention(pencegahan kesalahan)dan
b.
Error
correction(perbaikan kesalahan)
Oleh karena itu, tugas pokok pelajar untuk memenuhi
fungsi pengembangan akurasi berkaitan erat dengan perbaikan
sistematis kesalahan para
pembelajar.agaknya, swakoreksi dari pihak pembelajar terhadap keseluruhan
mereka sendiri merupakan teknik yang paling sesuai dengan prinsip pengajaran
rekonstruktif(bergantung pada jenis kegiatan rekonstruktif) dan dapat
diterapkan secara langsung atau secara tidak langsung(bergantung pada situasi).
2.4 Faktor Pembelajar dan Faktor
Kontekstual
Keberhasilan pengajaran dan pembelajaran bahasa yang menggunakan
strategi rekonstruktif ini tentu saja bergantung pada beberapa faktor. Ada dua
faktor yang dianggap penting dalam hal ini
yakni:
a.
Faktor
pembelajar
b.
Faktor
kontekstual
2.4.1 Faktor Pembelajar
Berbicara
mengenai faktor-faktor dari pihak pembelajar yang turut menunjang keberhasilan
strategi rekonstruktif ini,ada tiga hal yang harus kita perhatikan.
Pertama,yang
berkenaan dengan personalitas,afektif,dan variabel-variabel(para)
pembelajar. Sudah tentu ada pembelajar bertipe cermat dan ada pula yang bertipe
petualang(adventurous). Jelas,bahwa pembelajar yang bertipe cermat dan
teliti inilah yang lebih sesuai dengan tugas-tugas rekonstruktif,serta yang
lebih berhasil dalam upaya pembelajarannya bila dibandingkan dengan
pembelajaran bertipe petualang yang biasanya kurang tekun.
Kedua, adalah
faktor usia pembelajar. Pembelajar bahasa,terlebih B2,dapat dibedakan atas
anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak biasanya memberikan responsi yang lebih
baik terhadap tugas yang melibatkan imitasi,repetisi,transformasi,mereka
menganggap serta melakukannya sebagai permainan dengan bahasa. Orang dewasa
mungkin saja kurang minat dengan tugas seperti ini tetapi dapat memotivasi oleh
pengajar untuk melaksanakannya bila mereka menyadari maksud dan tujuan yang hendak dicapai.
Ketiga,adalah
faktor bakat. Para pembelajar ada yang berbakat tinggi dan ada pula yang
berbakat rendah. Pembelajar yang berbakat rendah dapat meresponsi pengajaran
rekonstruktif dengan transisi yang agak lambat dan gradual,dari tugas yang
mudah menuju tugas yang lebih sulit,sedangkan pembelajar yang berbakat tinggi
akan meresponsi pengajaran rekonstruktif dengan lebih cepat.
2.4.2 Faktor Kontekstual
Ada 4 faktor
kontekstual yang turut mempengaruhi keberhasilan strategi rekonstruktif dalam
pengajaran bahasa,yaitu:
a.
Intensitas
pengajaran
b.
Besarnya
kelas
c.
Tingkat
telaah bahasa,dan
d.
Karakteristik pengajaran
a.
Intensitas
pengajaran
Strategi rekonstruktif dapat berlangsung dengan lancar dalam
kondisi pengajaran yang intensif maupun yang
tidak intensif. Strategi rekonstruktif dapat digunakan secara efektif
dalam kelas bahasa yang berciri intensitas rendah karena pembelajaran yang
mengikuti strategi ini tidak harus bergantung pada frekuensi interaksi
berbicara dikelas dalam belajar. Oleh
karena itu,pembelajar yang sangat sedikit waktunya belajar dikelas pun,dapat
saja mengerjakan PR-nya dengan memuaskan. Keefektifan strategi rekonstruktif
dalam kondisi pengajaran yang nonintensif telah didemonstransikan oleh keberhasilan penggunaan metode kreatif
–reproduktif disekolah-sekolah,di Polandia(henzel,1978).
b.
Besarnya
kelas
Baik pada kelas
besar maupun kecil,strategi rekonstruktif dapat diterapkan secara sukses,selama
prinsip dasarnya dijalankan diluar waktu kelas. Ukuran keberhasilan utama ialah
mengerjakan PR dengan baik. Ada dua alasan yang menunjang hal ini. pertama,pengajaran
rekonstruktif secara efektif dapat mencegah pembelajar berbuat kesalahan
kesalahan dalam penampilan kelas,kedua ,ada peluang bagi pengajar untuk
mendelegasikan fungsi korektif pada pembelajar lainnya,terutama pada pembelajar
yang mampu.
c.
Tingkat
telaah bahasa
Strategi rekonstruktif sangat menekankan prinsip penjejangan
kesulitan belajar dan menghindari tugas terlalu berat,maka strategi ini sangat
sesuai dengan pembelajar pemula. Juga sesuai dengan pembelajar tingkat
lanjutan. Kegiatan ini salah satu cara terbaik untuk menciptakan pengajaran
yang lebih efisien pada tingkat lanjutan. Hanya saja tidak boleh dilupakan
bahwa kegiatan-kegiatan rekonstruktif sesuai bagi perorang dan kelompok,serta
sesuai dengan minat dan pilihan mereka.
d.
Karakteristik
pengajaran
Teks merupakan sumber masukan utama,bukan pengajar. Oleh karena
itu,masalah kemahiran berbahasa kedua(B2) tidak merupakan syarat mutlak bagi
keberhasilan pengajaran rekonstruktif. Strategi ini menuntut energi pengajar
terlalu banyak. Sebagai rangkuman dari pembahasan mengenai hubungan antara
faktor pembelajar dan faktor kontekstual dengan penggunaan strategi
rekonstruktif dalam pengajaran dan pembelajaran bahasa.
2.5 Kelemahan Strategi Rekonstruktif
Pertama, yaitu strategi ini kurang sukses yang segera nampak dalam
komunikasi spontan sabagai faktor demotivasi. Tentu saja,perkembangan
kompetensi yang sukses dalam bahasa sasaran selalu menuntut upaya dan waktu
yang banyak.
Kedua, ialah adanya norma pedagogis atau ukuran pedagogis yang
cenderung mengurangi motivasi pembelajaran.
1.
Tidak
adanya penjelasan kepada para pembelajar akan adanya kelemahan dan keunggulan
metode pembelajaran rekonstruktif.
2.
Kurangnya
keterlibatan para pembelajar sejak dini dalam percakapan spontan dan berbagai
kejadian mutakhir yang relevan dengan kehidupan mereka.
3.
Kurangnya
keterkaitan strategi rekonstruktif dengan situasi komunikatif tiruan dan
dorongan berkomunikasi tanpa bantuan pengajar dan tanpa terlalu
memperhatikan ketepatan berbahasa bila
terpaksa mengguanakan strategi-strategi komunikatif tertentu.
Ketiga, tuntutan yang terlalu banyak terhadap pekerjaan di luar
kelas yang harus di selesaikan oleh para pembelajar.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Strategi rekonstruktif adalah suatu prosedur yang memperkenalkan serta
memaksakan strategi pembelajaran tertentu yang terdiri atas pengembangan
kompetensi serta dan sangant terkontrol dalam bahasa sasaran melalui
partisipasi pembelajar yang panjang dalam kegiatan-kegiatan rekonstruktif.
Aspek psikolinguistik meliputi: pembelajar rekonstruktif sebagai
produksi tuturan, formasi hipotesis, pembelajaran keterampilan, skema
pemrosesan informasi, pendekatan berdasarkan teks, dan strategi jangka panjang.
Dimensi pedagogis
meliputi : ciri pokok kelas rekonstruktif dan fungsi pedagogis strategi
rekonstruktif.
Beberapa faktor
pembelajar di antaranya yaitu : personalitas, afektif, variabel-variabel para
pembelajar, usia pembelajar, dan faktor bakat pembelajar. Sedangkan faktor
kontekstual di antaranya yaitu : intensitas pengajaran, besarnya kelas, tingkat
telaah bahasa, dan karakteristik pengajaran.
Kelamahan pada strategi
rekonstruktif adalah sebagai berikut :
1.5.1
Kurang
sukses yang segera nampak dalam komunikasi spontan sabagai faktor demotivasi.
1.5.2
Adanya
norma pedagogis atau ukuran pedagogis yang cenderung mengurangi motivasi
pembelajaran.
1.5.3
Tuntutan
yang terlalu banyak terhadap pekerjaan diluar kelas yang harus di selesaikan
oleh para pembelajar.
DAFTAR PUSTAKA
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Strategi
Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa. Bandung:Angkasa
No comments:
Post a Comment