Tuesday, January 23, 2018

MAKALAH “STRATEGI REKONSTRUKTIF”

Mata Kuliah : Pembelajaran Membaca

Dosen Pengampu : H. Zaenal Abidin, M.Pd
Disusun oleh:
Kelompok
Abdul Majid
Rudiyanto
Titi Yuhana

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
                           NAHDLATUL ULAMA INDRAMAYU   
                                     (STKIP NU INDRAMAYU)     
Jalan Raya Kaplongan No. 28 Karangampel - Indramayu

2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan karunia-Nyalah kami dapat menyelesaikan sebuah tugas makalah yang berjudul “Strategi Rekonstruktif”
            Makalah ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas  mata kuliah Pembelajaran Membaca. Kami sebagai penulis makalah ini, sangat berterima kasih kepada penyedia sumber walau tidak dapat secara langsung untuk mengucapkannya.
            Kami menyadari bahwa setiap manusia memiliki keterbatasan, begitu pun dengan kami. Dalam pembuatan makalah ini mungkin masih banyak sekali kekurangan-kekurangan yang ditemukan, oleh karena itu kami mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya. Kami mangharapkan kritik dan saran dari pembaca dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.


                                                                                        Indramayu,  September 2017                     

                                                                                                                               Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Penulisan
Pada hakikatnya membaca merupakan kesatuan berbagai proses. Hal yang perlu dicamkan dalam kegiatan membaca itu merupakan proses. Oleh karena itu, siswa perlu dilatih secara intensif, teratur, dan berkesinambungan dalam kegiatan membaca untuk melakukan kegiatan yang aktif dan merangsang pola pikir. Membaca merupakan kemampuan yang kompleks. Membaca bukan hanya kegiatan memandangi lambang-lambang tertulis semata, tetapi berupaya agar lambang-lambang yang dilihatnya itu menjadi lambang-lambang yang bermakna baginya.
Dalam bab dua dan bab tiga terdahulu, telah kita bahas dua jenis strategi pengajaran dan pembelajaran bahasa yaitu strategi reseptif dan strategi komunikatif dengan keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Dalam bab empat ini, kita akan membahas secara khusus strategi yang ketiga yaitu strategi rekonstruktif.

1.2  Rumusan Masalah Penulisan
Pada makalah ini, kita akan membahas beberapa hal yang berkaiatan dengan pembelajaran membaca, yaitu :
a.       Apa saja aspek psikolinguitik pada strategi rekonstruktif ?
b.      Bagaiamana dimensi pedagogis pada strategi rekonstruktif?
c.       Apa saja faktor pembelajar dan faktor kontekstual?
d.      Apa kelemahan dari strategi rekonstruktif?




1.3  Tujuan Penulisan
Pada makalah ini, kita akan membahas beberapa hal yang berkaitan dengan pembelajaran membaca, yaitu :
a.       Dapat mengetahui apa saja aspek psikolinguitik pada strategi rekonstruktif.
b.      Dapat mengetahui Bagaiamana dimensi pedagogis pada strategi rekonstruktif.
c.       Dapat mengetahui apa saja faktor pembelajar dan faktor kontekstual.
d.      Dapat mengetahui apa kelemahan dari strategi rekonstruktif.






















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Strategi Rekonstruktif
Strategi rekonstruktif adalah suatu prosedur yang memperkenalkan serta memaksakan strategi pembelajaran tertentu yang terdiri atas pengembangan kompetensi serta dan sangant terkontrol dalam bahasa sasaran melalui partisipasi pembelajar yang panjang dalam kegiatan-kegiatan rekonstruktif.

2.2 Aspek-aspek Psikolinguistik
Kegiatan-kegiatan rekonstruktif (yang bersifat membangun kembali) selalu didasarkan pada teks, lisan atau tulis, dalam bahasa sasaran. Teks sumber ini menyediakan serta memberikan kepada pembelajar sarana-sarana linguistik dalam bentuk struktur-struktur , butir-butir leksikal, frase kolokasi/sanding kata, dan sebagainya yang diperlukan untuk keberhasilan dan ketepatan pelaksanaan tugas produktif yang diberikan oleh para pengajar. Tugas itu sendiri harus dikaitkan dengan teks sumber, oleh karena itu, kegiatan kelas dapat saja mencakup serta melibatkan, antara lain:
a.       penceritaan kembali isi teks.
b.      pembuatan ringkasan/ikhtisar.
c.       mengatakan kembali dari sudut-sudut pandang tertentu, serta
d.      menyadurnya sesuai dengan situasi dan pengalaman pribadi pembelajar.
Segala jenis teks dapat dilibatkan dalam tugas-tugas rekonstruktif seperti itu, terlepas dari fungsi-fungsinya . Dalam konteks sekolah, para pembelajar mempersiapkan diri mereka bagi tugas-tugas rekonstruktif, kebanyakan dengan cara menggarap teks milik mereka sendiri. Lalu mereka menampilkan tugas-tugas tersebut di kelas, memperoleh umpan-balik dari pengajar atau teman sekelas jika mereka bekerja dalam kelompok-kelompok.
Ditinjau dari psikolinguistik, maka pembelajar rekonstruktif dapat dianggap sebagai:
a.       Produksi ujaran/tuturan.
b.      Formasi hipotensi.
c.       Pembelajaran keterampilan.
d.      Pemrosesan informasi.
dan pengajaran rekonstruktif sebagai:
a.       Pendekatan berdasarkan teks, dan
b.      Strategi jangka panjang.
2.2.1 Pembelajaran Rekonstruktif sebagai Produksi Tuturan
Selama kegiatan rekonstruktif dilaksanakan secara lisan, maka kita harus menganalisnya dari sudut pandangan model psikolinguistik.model produksi tuturan ini telah dibuat dan dikembangkan oleh Clark dan Clark (1977 : 224-5) yang terdiri atas lima tahap, yaitu:
a.       Perencanaan wacana.
b.      Perencanaa  kalimat.
c.       Perencanaan unsur/gatra.
d.      Program artikulatori, dan
e.       Artikulasi.

Menurut skema ini, para pembicara mulai dengan suatu pesan yang diharapkan, membangun kerangka umum kalimat, merencanakan setiap unsur utama mengisi kerangka tersebut, mengisinya dengan kata-kata, dan akhirnay mengeja kata-kata tugas, akhiran dan awalan, dan mengucapakan pesan yang dikandungnya.

Demikian, tugas produktif utama para pembelajar dilaksanakan pada tataran kalimat dan perencanaan unsur, karena di sini diharapkan membuat beberapa kombinasi yang serasi dari unsur-unsur yang terdapat dalam teks asli. Dengan cara pembelajar dikatakan telah mempraktikan kreativitas linguistik (dalam pengertian Chomsky), selama kreativitas ini dilihat sebagai pengisi komponen sintaktik dan memanifestasikan dirinya dalam kemampuan penutur membangun ucapan-ucapan baru. Maka dari itu, ditegaskan bahwa kegiatan rekonstruktif mengembangkan jenis kemampuan jenis kemampuan yang merupakan inti keterampilan produktif berbicara dan menulis, Perlu dicatat bahwa dengan timbulnya kreativitas linguistik pada tataran kalimat dan gatra, para pembelajar telah mempelajari hal yang paling khas bagi bahasa target tertentu dan juga telah mengetahui bahwa yang harus dipelajari pertama kali adalah struktur gramatikalnya, kosakatanya beserta konvesi-konvesi peristiwa leksikal, dan sistem bunyi.

2.2.2        Pembelajaran Rekonstruktif sebagai Formasi Hipotesis
Selain dari pada sebagai produksi tuturan, kita dapat juga berasumsi bahwa pembelajar rekonstruktif pun berfungsi sebagai pembentukan dan pengujian hipotesis, sebagai formasi dan tes hipotesis. Harus diingat bahwa strategi ini tidak berdasarkan masukan seperti yang terdapat metode pembelajaran reseptif yang murni, juga tidak terimplementasi oleh perhatian selektif yang memakan waktu terhadap butir-butir bahasa khusus sesuai dengan program internal kognitif umum atau ciri khas bahasa seperti yang terdapat dalam pembelajaran melalui komunikasi.

2.2.3        Pembelajaran Rekonstruktif sebagai Pembelajaran Keterampilan
Analisi mengenai aspek psikolinguistik strategi rekonstruktif seharusnya mencakup kenyataan yang mrempunyai beberapa implikasi pedagogis penting, yaitu bahwa pembelajar rekonstruktif dapat dianggap sebagai jenis pembelajaran keterampilan. Hal ini berkaitan dengan ciri-ciri pembelajaran rekonstruktif sebagai perlunya menaruh perhatian pada aspek formal bahasa, terutama sekali pada tahap-tahap awal, dan perlunya perencanaan ucapan secara sangat teliti.
2.2.4        Pembelajar Rekonstruktif sebagai Skema Pemrosesan Informasi
Proses pemerolehan keterampilan merupakan otomatisasi progresif dari rencana tingkat rendah atau unit operasi bahasa (Levelt, 1978:57). Pada tahap awal pelaksanaanya menuntut banyak upaya mental, namun performansi ulang operasi-operasi sadar tersebut terarah pada otomatisasi sehinnga semua itu tersedia bagi pembelajar sebagai rencana-rencana yang sudah jadi, yang tersimpan dalam ingatan jangka panjang. Hal ini memungkinkan para pembelajar menggunakan waktu dan upaya yang relatif singkat pada rencana tingkat rendah dan dengan demikian, membebaskan kapasitas pemrosesannya yang terbatas bagi operasi-operasi tingkat yang lebih tinggi. Skema pemerolehan keterampilan ini yang disebut sebagai pendekatan pemrosesan informasi dalam psikologi pendidikan kontemporer memberikan peranan besar bagi performansi ulang operasi bahasa yang pada awalnya secara sengaja dan sangat terkontrol, baik dalalm tugas reseptif maupun dalam tugas produktif. Tidak ada cara lain kecuali dengan berlatih, yang dapat mengubah operasi-operasi terkontrol tersebut menjadi bersifat otomatis.

2.2.5        Pengajaran Rekonstruktif sebagai Pendekatan Berdasarkan Teks
Strategi rekonstruktif memang mempunyai keunggulan lain dalam hal penyadaran dirinya pada teks yang menyajikan dalam penggunaan sehari-hari, dalam hubungan –hubungan sintagmatik. Dari pengalaman yang diperoleh dalam pengajaran bahasa, kita mengetahui bahwa penyajian bahasa umumnya dalam bentuk paradigma dan dalam kalimat-kalimat terpisah serta tidak bersifat kontekstual. Hal ini, bukan merupakan strategi pengajaran bahasa yang efektif. Penggunaan teks-teks itu menyajikan bahasa sebagai pengekspresian sebagai fungsi komunikatif, menyajikan sintaksis dan morfologinya dalam praktik dan bukan dalam kaidah yang abstrak serta tabel-tabel paradigmatis, juga menyajikan kosakatanya bukan sebagai butir-butir terpisah tetapi dalam frase dan kolokasi yang sesuai dengan konvensi khas bahasa mengenai peristiwa-peristiwa leksikal.

2.2.6        Pengajaran Rekonstruktif sebagai Strategi Jangka Panjang
Dari pembahasan terdahulu, dapat kita simpulkan bahwa strategi rekonstruktif menggunakan persepektif jangka panjang, dan tentu saja tak dapat diharapkan menghasilkan kesiapan sesegera mungkin untuk berpartisipasi dalam kegiatan berbicara spontan. Pembelajaran harus menabung dalam perbendaharaan linguistik sejumlah model bahasa, dalam bentuk pola-pola struktur, ekspresi-ekspresi, kata-kata, frase-frase, dan kolokasi-kolokasi, formulaik, sebelum dia diminta menayangkan kemampuannya mengambil bagian dalam interaksi yang tidak terstruktur. Dengan kata lain, perbendaharaan linguistiknya harus diisi terlebih dahulu dan kemudian barulah dapat diminta para pembelajar beribicara secara bebas. Tentu saja hal ini memerlukan yang relatif lama (Marton, 1988). Inilah sebabnya pengajaran rekonstruktif dapat dianggap sebagai strategi jangka panjang.

2.3  Dimensi-dimensi Pedagogis
Strategi rekonstruktif telah mendirikan salah satu batu penjuru gerakan pembaharuan (reform moement) pada akhir abad ke 19 dan yang secara khusus telah didukung oleh Jespesen yang beranggapan bahwa teks merupakan dasar bagi semua kegiatan pembelajaran reseptif dan produktif. .
2.3.1 Ciri Pokok Kelas Rekonstruktif
1.      Inti pokokya performansi aktivitas rekonstruktif
2.      Pembelajar memproduksi hanya ucapan-ucapan yang baik/benar
3.      Swakoreksi kesalahan sangat diharapkan dari pembelajar
4.      Kaidah-kaidah tata bahasa diajarkan secara implisit atau eksplisit
5.      Bahasa target dipakai di kelas oleh pengajar dan pembelajar
6.      Untuk meningkatkan penayangan, makna kata-kata baru dijelaskan pengajar
7.      Koreksi sistematis atas kesalahan ucapan pembelajar
8.      Pada tingat lanjutan : tugas individual berdasarkan minat dan pilihan pembelajar sendiri
2.3.2 Fungsi Pedagogis Strategi Rekonstruktif
1.4  Menjamin perkembangan kompetensi pembelajar dalam B2 secara bertahap melalui organisasi dan susunan urutan kegiatan rekonstruktif yang tepat.
1.5  Pengembangan kecermatan dan ketepatan berbahasa melalui koreksi atau perbaikan kesalahan pembelajar secara sistematis.
Aspek yang terpenting dari fungsi pengajran bahasa rekonstruktif adalah yang berkaitan dengan pengembangan kompetensi B2 secara sistematis dan gradual (bertahap). Dari segi gradualnya, kegiatan rekonstruktif ini dapat kita bagi atas empat jenis (klasifikasi berdasarkan jenjang peningkatan kesulitan), yaitu :
a.       Kegiatan reproduktif
b.      Kegiatan menggabung ulang
c.       Kegiatan rekreatif
d.      Kegiatan semi kratif

a.      Kegiatan Reproduktif
     Kegiatan ini dianggap yang paling mudah secara hierarkis,dapat dilukiskan sebagai  ulangan-ulangan lisan secara kalamiah(verbatim oral repetitions)teks sumber secara keseluruhan ataupun fragmennya oleh pembelajar. Karenanya,persiapan bagi performansi tugas ini mencakup mengingat atau menghafal teks sumber. Ini bukan merupakan beban berat bagi ingatan pembelajar, bila teks-teks sumber itu agak pendek. Teks singkat dan sederhana secara linguistik memang dapat dihafal secara mudah setelah dibaca dan disimak secara cermat beberapa kali,sekalipun tanpa perhatian serius dari pihak pembelajar. Akan tetapi,pembelajar harus benar-benar menyadari akan makna butir bahasa tertentu yang membangun teks tersebut.

b.      Kegiatan Menggabung-ulang
     Tugas menggabung-ulang merupakan tipe kegiatan rekonstruktif lanjutan yang menuntut pembelajar memproduksi ucapan-ucapan baru dan tepat dari unsur yang terdapat dalam teks sumber. Produksi ini kebanyakan berlangsung dibawah bimbingan pengajar. Ada 3 teknik dasar yang dapat dipakai untuk merealisasikan tugas menggabung-ulang ini.
      Teknik pertama,yang hanya dapat digunakan dikelas yang berlatar belakang umum B1; di sini pengajar menyajikan kalimat B1 yang memperlihatkan kombinasi unsur baru yang terdapat dalam teks sumber atau teks yang telah diperkenalkan sebelumnya,dan para pelajar menerjemahkan kalimat-kalimat tersebut ke dalam B2 dan mengucapkannya dengan suara nyaring.
      Teknik kedua,yang dapat digunakan apabila teks sumber diperkenalkan dalam kaitannya dengan unsur-unsur visual; didasarkan dengan penyajian stimulus visual yang disusun secara tepat,yang akan didatangkan atau memancing responsi-responsi verbal dalam bentuk rekombinasi baru unsur bahasa yang terdapat dalam teks sumber.
      Teknik ketiga,pengajar dapat menyajikan kalimat asli dari teks sumber dan menunjukkan substitusi unsur-unsur dapat dibuat; hal ini mendorong pembelajar memproduksi kalimat-kalimat baru dengan proses substitusi.

c.       Kegiatan Rekreatif
      Saat menampilkan kegiatan rekreatif para pembelajar diharapkan dapat menciptakan kembali keseluruhan teks sumber tanpa mengulanginya kalimat demi kalimat. Pada dasarnya ada dua teknik yang dapat digunakan  untuk tugas ini,yaitu: merangkum/meringkas teks sumber, dan menceritakannya kembali.pembelajar mempersiapkan dirinya bagi penampilan tugas rekreatif dangan cara membaca atau menyiamak secara cermat seluruh teks sumber dua atau tiga kali.

d.       Kegiatan Semi Kreatif
      Tipe kegiatan rekonstruktif yang keempat dan juga yang paling sulit adalah kegiatan semi kreatif. Saat menayangkan tugas ini,pembelajar mentransformasikan teks sumber,mengubah isi gagasannya atau struktur retorikanya sampai tingkat tertentu. Walaupun saat melaksanakan tuga sini pembelajar menyadarkan diri pada sumber teks,dia juga memerlukan beberapa butir tambahan,terutama sekali dalam bentuk unit-unit leksikal. Butir-buti tambahan ini,dapat diberikan oleh pengajar atau pembelajar sendiri. Yang penting ialah pembelajar selalu mempersiapkan diri dengan baik secara linguistik untuk penampilannya dikelas dan tidak boleh terpengaruh ole strategi komunikasi. Pada dasarnya ada empat teknik yang dapat digunakan untuk merealisasikan tugas-tugas semi kreatif ini,yaitu:
a.       Penceritaan kembali teks sumber dari berbagai sudut pandang;
b.      pengadaptasian teks sumber pada situasi yang berbeda;
c.        pengadaptasian teks sumber pada pengalaman pribadi pembelajar;dan
d.       Pengubahan struktur retorika/jenis fungsional teks
Dengan demikian,dapat disimpulkan bahwa kegiatan reproduktif yang semi kreatif ini melibatkan berbagai rencana berdikari pada semua tingkat wacana,kalimat,gatra/unsur. Karena alasan inilah,semua itu ditempatkan pada puncak hierarki kesulitan dalam skema tugas-tugas rekonstruktif. Telah kita bahas secara singkat kegiatan reproduktif, gabung-ulang, rekreatif,dan semi rekreatif dalam pengajaran bahasa yang berstrategi rekonstruktif. Harus diingat dan dipahami bahwa teknik yang sama dapat dipakai pada berbagai tingkat kesulitan, tergantung pada cara pengimplementasiannya.
Dalam pengajaran bahasa yang menerapkan strategi rekosntruktif,sangat ditekankan perkembangan akurasi(ketepatan) pemakaian B2; dengan kata lain,pembelajar tidak diijinkan mengotomatisasikan butir-butir B2 yang tidak benar.aspek-aspek pedagogis yang berkaitan dengan akurasi atau ketepatan dapat dipandang sebagai:
a.       Error prevention(pencegahan kesalahan)dan
b.      Error correction(perbaikan kesalahan)
Oleh karena itu, tugas pokok pelajar untuk  memenuhi  fungsi pengembangan akurasi berkaitan erat dengan perbaikan sistematis  kesalahan para pembelajar.agaknya, swakoreksi dari pihak pembelajar terhadap keseluruhan mereka sendiri merupakan teknik yang paling sesuai  dengan prinsip pengajaran rekonstruktif(bergantung pada jenis kegiatan rekonstruktif) dan dapat diterapkan secara langsung atau secara tidak langsung(bergantung pada situasi).

2.4 Faktor Pembelajar dan Faktor Kontekstual
Keberhasilan pengajaran dan pembelajaran bahasa yang menggunakan strategi rekonstruktif ini tentu saja bergantung pada beberapa faktor. Ada dua faktor yang dianggap penting dalam hal ini  yakni:
a.       Faktor pembelajar
b.      Faktor kontekstual
2.4.1 Faktor Pembelajar
Berbicara mengenai faktor-faktor dari pihak pembelajar yang turut menunjang keberhasilan strategi rekonstruktif ini,ada tiga hal yang harus kita perhatikan.
Pertama,yang berkenaan dengan personalitas,afektif,dan variabel-variabel(para) pembelajar. Sudah tentu ada pembelajar bertipe cermat dan ada pula yang bertipe petualang(adventurous). Jelas,bahwa pembelajar yang bertipe cermat dan teliti inilah yang lebih sesuai dengan tugas-tugas rekonstruktif,serta yang lebih berhasil dalam upaya pembelajarannya bila dibandingkan dengan pembelajaran bertipe petualang yang biasanya kurang tekun.
Kedua, adalah faktor usia pembelajar. Pembelajar bahasa,terlebih B2,dapat dibedakan atas anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak biasanya memberikan responsi yang lebih baik terhadap tugas yang melibatkan imitasi,repetisi,transformasi,mereka menganggap serta melakukannya sebagai permainan dengan bahasa. Orang dewasa mungkin saja kurang minat dengan tugas seperti ini tetapi dapat memotivasi oleh pengajar untuk melaksanakannya bila mereka menyadari  maksud dan tujuan yang hendak dicapai.
Ketiga,adalah faktor bakat. Para pembelajar ada yang berbakat tinggi dan ada pula yang berbakat rendah. Pembelajar yang berbakat rendah dapat meresponsi pengajaran rekonstruktif dengan transisi yang agak lambat dan gradual,dari tugas yang mudah menuju tugas yang lebih sulit,sedangkan pembelajar yang berbakat tinggi akan meresponsi pengajaran rekonstruktif dengan lebih cepat.
2.4.2 Faktor Kontekstual
            Ada 4 faktor kontekstual yang turut mempengaruhi keberhasilan strategi rekonstruktif dalam pengajaran bahasa,yaitu:
a.       Intensitas pengajaran
b.      Besarnya kelas
c.       Tingkat telaah bahasa,dan
d.       Karakteristik pengajaran

a.      Intensitas pengajaran
Strategi rekonstruktif dapat berlangsung dengan lancar dalam kondisi pengajaran yang intensif maupun yang  tidak intensif. Strategi rekonstruktif dapat digunakan secara efektif dalam kelas bahasa yang berciri intensitas rendah karena pembelajaran yang mengikuti strategi ini tidak harus bergantung pada frekuensi interaksi berbicara  dikelas dalam belajar. Oleh karena itu,pembelajar yang sangat sedikit waktunya belajar dikelas pun,dapat saja mengerjakan PR-nya dengan memuaskan. Keefektifan strategi rekonstruktif dalam kondisi pengajaran yang nonintensif telah didemonstransikan  oleh keberhasilan penggunaan metode kreatif –reproduktif disekolah-sekolah,di Polandia(henzel,1978).

b.      Besarnya kelas
Baik pada kelas besar maupun kecil,strategi rekonstruktif dapat diterapkan secara sukses,selama prinsip dasarnya dijalankan diluar waktu kelas. Ukuran keberhasilan utama ialah mengerjakan PR dengan baik. Ada dua alasan yang menunjang hal ini. pertama,pengajaran rekonstruktif secara efektif dapat mencegah pembelajar berbuat kesalahan kesalahan dalam penampilan kelas,kedua ,ada peluang bagi pengajar untuk mendelegasikan fungsi korektif pada pembelajar lainnya,terutama pada pembelajar yang mampu. 
c.       Tingkat telaah bahasa
Strategi rekonstruktif sangat menekankan prinsip penjejangan kesulitan belajar dan menghindari tugas terlalu berat,maka strategi ini sangat sesuai dengan pembelajar pemula. Juga sesuai dengan pembelajar tingkat lanjutan. Kegiatan ini salah satu cara terbaik untuk menciptakan pengajaran yang lebih efisien pada tingkat lanjutan. Hanya saja tidak boleh dilupakan bahwa kegiatan-kegiatan rekonstruktif sesuai bagi perorang dan kelompok,serta sesuai dengan minat dan pilihan mereka.

d.      Karakteristik pengajaran
Teks merupakan sumber masukan utama,bukan pengajar. Oleh karena itu,masalah kemahiran berbahasa kedua(B2) tidak merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan pengajaran rekonstruktif. Strategi ini menuntut energi pengajar terlalu banyak. Sebagai rangkuman dari pembahasan mengenai hubungan antara faktor pembelajar dan faktor kontekstual dengan penggunaan strategi rekonstruktif dalam pengajaran dan pembelajaran bahasa.

2.5 Kelemahan Strategi Rekonstruktif
Pertama, yaitu strategi ini kurang sukses yang segera nampak dalam komunikasi spontan sabagai faktor demotivasi. Tentu saja,perkembangan kompetensi yang sukses dalam bahasa sasaran selalu menuntut upaya dan waktu yang banyak.
Kedua, ialah adanya norma pedagogis atau ukuran pedagogis yang cenderung mengurangi motivasi pembelajaran.
1.      Tidak adanya penjelasan kepada para pembelajar akan adanya kelemahan dan keunggulan metode pembelajaran rekonstruktif.
2.      Kurangnya keterlibatan para pembelajar sejak dini dalam percakapan spontan dan berbagai kejadian mutakhir yang relevan dengan kehidupan mereka.
3.      Kurangnya keterkaitan strategi rekonstruktif dengan situasi komunikatif tiruan dan dorongan berkomunikasi tanpa bantuan pengajar dan tanpa terlalu memperhatikan  ketepatan berbahasa bila terpaksa mengguanakan strategi-strategi komunikatif tertentu.

Ketiga, tuntutan yang terlalu banyak terhadap pekerjaan di luar kelas yang harus di selesaikan oleh para pembelajar.




BAB III
PENUTUP
Simpulan
Strategi rekonstruktif adalah suatu prosedur yang memperkenalkan serta memaksakan strategi pembelajaran tertentu yang terdiri atas pengembangan kompetensi serta dan sangant terkontrol dalam bahasa sasaran melalui partisipasi pembelajar yang panjang dalam kegiatan-kegiatan rekonstruktif.
            Aspek psikolinguistik meliputi: pembelajar rekonstruktif sebagai produksi tuturan, formasi hipotesis, pembelajaran keterampilan, skema pemrosesan informasi, pendekatan berdasarkan teks, dan strategi jangka panjang.
            Dimensi pedagogis meliputi : ciri pokok kelas rekonstruktif dan fungsi pedagogis strategi rekonstruktif.
            Beberapa faktor pembelajar di antaranya yaitu : personalitas, afektif, variabel-variabel para pembelajar, usia pembelajar, dan faktor bakat pembelajar. Sedangkan faktor kontekstual di antaranya yaitu : intensitas pengajaran, besarnya kelas, tingkat telaah bahasa, dan karakteristik pengajaran.
            Kelamahan pada strategi rekonstruktif adalah sebagai berikut :
1.5.1        Kurang sukses yang segera nampak dalam komunikasi spontan sabagai faktor demotivasi.
1.5.2        Adanya norma pedagogis atau ukuran pedagogis yang cenderung mengurangi motivasi pembelajaran.
1.5.3        Tuntutan yang terlalu banyak terhadap pekerjaan diluar kelas yang harus di selesaikan oleh para pembelajar.

DAFTAR PUSTAKA
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Strategi Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa. Bandung:Angkasa

No comments:

Post a Comment

Naskah Drama "Balada Saridin"

Pemain : 1.       Saridin 2.       Aisyah 3.       Sari (teman Aisyah) 4.       Siti (teman Aisyah) 5.       Ayah Aisyah 6.  ...