Sunday, April 23, 2017

“Sastrawan dan Pembaca”

“Sastrawan dan Pembaca”
Nama Mahasiswa :  - Ikhwatun Nafisah
-    Titi Yuhana

Progam Studi       : PBSI A
Semester              : 2 (Dua)

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN NAHDLATUL ULAMA
 STKIP NU KAPLONGAN INDRAMAYU
SK DIRJEND DIKTI NO. 439/E/O/2012
Jl. Raya Kaplongan no. 28 Karangampel – Indramayu Telp. (485048 – 486777 fax. (0234) 486008

KATA PENGANTAR
        Assalamualaikum warahmatullahiwabarakatuh
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Sastrawan Dan Pembaca”
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk membantu mahasiswa dalam mempelajari mata kuliah teori belajar sastra.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini belum sempurna, baik dari segi isi, metode dan bahasa.  kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.
Wassalamualaikum warahmatullahiwabarakatuh

Indramayu,   Maret 2017

Penulis 


 BAB I
PENDAHULUAN

1.1          Latar Belakang
Sastra atau dalam bahasa Sansakerta yaitu shastra yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar ‘Sas’ yang berarti “instruksi” atau “ajaran” dan ‘Tra’ yang berarti “alat” atau “sarana”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Definisi Karya sastra merupakan suatu hasil karya manusia baik lisan maupun nonlisan (tulisan) yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki nilai estetik (keindahan bahasa) yang dominan.contoh karya sastra adalah puisi, cerpen, novel, drama. Karya Sastra sudah muncul sejak lama, dan karena perkembangannya, Lahirlah karya sastra baru atau modern.

1.2          Rumusan Masalah penulisan
a.       Apa itu Pembaca Karya Sastra ?
b.      Apakah Hubungan Sastrawan dengan Pembaca ?
c.       Bagaimana Pandangan Ahli terhadap Pembaca Sastra ?

1.3           Tujuan Penulisan
Adapun maksud dan tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
a.       Agar Mahasiswa dapat memahami tentang Pembaca Karya Sastra.
b.      Agar Mahasiswa dapat mengetahui Hubungan Sastrawan dengan Pembaca.
c.       Agar Mahasiswa mengetahui pandangan dari para ahli tentang pembaca sastra




BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Pembaca Karya Sastra
Dalam satu seminar Hiski di Malang, 26-28 November 1990, Sapardi Djoko Damono pernah ditanya oleh salah seorang peserta seminar tentang pengertian sastra. Menurut Sapardi, karya sastra adalah karya yang dimaksudkan oleh pengarangnya sebagai karya sastra, berwujud karya sastra, dan diterima oleh masyarakat sebagai karya sastra. Dari penjelasan sapardi itu dapat diketahui bahwa pembaca sangat berperan dalam menentukan sebuah karya itu merupakan karya sastra atau bukan. Sadar atau tidak, sengaja atau tidak, akhirnya karya sastra akan sampai juga kepada pembaca, ditujukan kepada pembaca. Sebagai sebuah keutuhan komunikasi sastrawan-karya sastra-pembaca.Karya sastra tidak mempunyai keberadaan nyata sampai karya sastra itu dibaca.Pembacalah yang menerapkan kode yang ditulis sastrawan untuk menyampaikan pesan (Salden, 1985: 106-107).
Horatius dalam ars poetika (14 sm) menyatakan bahwa tujuan penyair adalah berguna atau memberi nikmat, ataupun sekaligus menyatakan hal-hal yang enak dan berfaedah untuk kehidupan. Horatius menggabungkan utile dan dulce, yang bermanfaat dan yang enak secara bersama-sama.Dari pendapatnya inilah awal pendekatan pragmatik.Pendekatan pragmatik adalah bidang kajian sastra yang menitik beratkan kajiannya terhadap peran pembaca.Dari pendekatan pragmatik kita mengenal resepsi sastra.Resepsi sastra adalah kajian yang mempelajari bagaimana pembaca memberikan makna terhadap karya sastra yang dibacanya sehingga dapat memberikan reaksi atau tanggapan terhadapnya, baik tanggapan pasif maupun tanggapan aktif. Pentingnya peranan pembaca dalam memberikan arti terhadap karya sastra dapat dilihat pada kenyataan bahwa karya yang sama akan dimaknai secara berbeda oleh pembaca yang berbeda (junus, 1985). Dalam bidang kritik, Damono (1983) menyatakan, “dua orang kritikus tidak mungkin menghasilkan kritik-kritik yang persis sama meskipun mereka telah bertemu dengan sajak yang sama”.





2.2          Hubungan Sastrawan dengan Pembaca
Hubungan sastrawan dengan pembaca sangat khas. Kekhasan ini secara selintas dapat ditinjau dari sifat komunikasi dan pelaku komunikasi, yakni sastrawan, bahasa yang digunakan dan pembaca sastra.
Pertama hubungan sastrawan dengan pembacanya sangat khas dari sifat komunikasinya. Hubungan sastrawan dengan pembaca adalah hubungan timbal balik. Pada awal komunikasi, sastrawan berkomunikasi dengan pembacanya berangkat dari praanggapan yang sama. Sastrawan dan pembaca harus sadar bahwa yang mereka baca adalah karya sastra yang didalamnya berisi antara kenyataan dan khayalan. Dalam dunia sastra, praanggapan ini dinamakan konvensi sastra.  Konvensi ini bisa meliputi bidang bahasa karya sastra, isi karya sastra, genre karya sastra, struktur karya sastra juga bisa aspek-aspek sosio-budaya karya sastra. Sebagai contoh, sastrawan dan pembaca sadar bahwa bahasa yang ada dalam puisi, cerpen, atau drama akan berbeda dengan bahasa praktis yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari meskipun kata-kata atau kalimat yang digunakan sama. Bahasa yang ada didalam karya sastra sudah mengalami pengubahan seperti penggalian, penambahan, atau pengurangan makna.Kaum formalis berpendapat bahwa kesustraan sebagai satu pemakaian bahasa yang khas yang mencapai perwujudannya lewat deviasi (penyimpangan) dan distorsi (pemutarbalikan) dari bahasa praktis.Bahasa praktis digunakan untuk tindak komunikasi, sedangkan bahasa sastra tidak mempunyai fungsi praktis.(Selden, 1985: 8-11)
Sastrawan yang mengetahui konvensi yang sudah ada di benak pembaca bisa mengambil sikap mengikuti dan memanfaatkan konvensi itu. Sastrawan yang mengambil sikap mengikuti konvensi bisa berangakat dari praanggapan yang sama dengan pembaca dan tetap setia untuk menghasilkan karya sastra yang sesuai dengan praanggapan tersebut. Ia akan menyampaikan informasi yang given, yaitu informasi yang sudah dimiliki pembaca tentang sastra. Sastrawan yang sudah mengetahui selera remaja, akan menulis karya sastra yang sesuai dengan anak remaja dan mengirimkan karyanya ke majalah remaja. Seorang sastrawan yang mengetahui selera ibu rumah tangga, akan menulis karya sastra yang sesuai dengan selera ibu rumah tangga dan akan mengirimkannya ke majalah khusus ibu rumah tangga. Tidak semua pembaca menyukai sastrawan yang selalu mengikuti selera pembaca.Ada pembaca yang justru ingin dikejutkan oleh kepandaian sastrawan. Pembaca yang suka membaca cerita detektif akan kecewa apabila pada awal-awal membaca ia sudah menebak dengan jelas bagaimana akhir cerita itu. Dalam cerita detektif, pembaca justru ingin ditipu oleh kelihaian sastrawan.
  Sastrawan bahkan bisa menentang konvensi dan menyodorkan sesuatu yang baru. Sesuatu yang lain dari apa yang telah dikenal oleh pembaca. Sastrawan menyampaikan imformasi yang new, informasi baru yang belum dimiliki pembaca.Contohnya, selama ini nyi roro kidul dimitoskan oleh masyarakat sebagai wanita penguasa pantai selatan.Ia dilukiskan sebagai seorang wanita dari makhluk halus yang cantik, berambut panjang, berkain panjang, dan berkeranda kereta kuda. Ada sebuah cerpen yang menceritakan sebuah adegan pembuatan film tentang nyi roro kidul.Penulis ingin mempermainkan pemahaman masyarakat tentang citra nyi roro kidul.Dalam cerpen itu diceritakan bahwa salah satu kru film didatangi seorang wanita yang berpenampilan modis yang ternyata nyi roro kidul. Karena kepandaian mempermainkan pembaca, putu wijaya dikenal sebagai sastrawan teror mental atau penggedor sukma.dalam cerita-ceritanaya putu wijaya ingin selalu memberi kejutan kepada pembacanya, baik melalui tokoh-tokoh, pesan, cara pandang terhadap suatu masalah, atau bahkan alur cerita. Munculnya karya-karya yang mendapatkan penghargaan lomba atau karya-karya monumental, antara lain disebabkan oleh sesuatu yang baru yang berbeda dengan karya-karya sebelumnya, selain karya itu memang mempunyai nilai yang tinggi.
Kedua, kekhasan komunikasi antara sastrawan dan pembacanya bisa dilihat pada diri pembaca itu sendiri.Pada saat membaca karya sastra, pembaca tidak dapat langsung berkomunikasi dengan sastrawan.Ia hanya menghadapi teks sastra. Pembaca sastra adalah pemilih, penerima, penafsir, pemberi, dan penyusun makna karya sastra sehingga menghasilakan nilai-nilai tertentu (Aminuddin, 1987: 94).
Pembaca awam akan menerima karya sastra dengan keawamannya. Setelah membaca roman siti nurbaya, seseorang ibu rumah tangga yang awam dalam dunia sastra pernah bertanya, apakah kuburan siti nurbaya sampai sekarang masih ada.Mungkin dalam benak pembaca awam, cerita yang ada di roman siti nurbaya benar-benar terjadi. Wajar bila ia menganggap bahwa makam siti nurbaya juga benar-benar ada. tanpa harus dilandasi dengan teori-teori sastra.
Pembaca yang satrawan menerima karya sastra dengan skemata kesastrawannya.Mereka menerima karya sastra berdasarkan pengalaman mereka dalam berproses kreatif.Setelah membaca karya sastra, sering mereka terdorong untuk menulis karya sastra yang baru. Banyak sastrawan yang mengaku bahwa karyanya muncul karena inspirasi yang didapat dari membaca karya orang lain ataupun mungkin karyanya sendiri.
Pembaca yang kritikus membaca karya sastra lebih banyak didasrkan pada penilaian baik-buruk atau berhasil gagalnya sebuah karya sastra. Pembaca yang berasal dari kalangan akademesi menerima karya sastra dengan skemata teori karya sastra yag telah mereka terima. Wajar bila kesenjangan dan perbedaan antara makna yang dimaksud sastrawan dengan makna yang diterima pembaca. Hal ini antara lain, disebabkan sesuatu yang dimaksud oleh sastrawan barangkali tidak sama atau hanya sebagian saja yang mirip dengan yang dipahami pembaca. Perbedaan dan persamaan mereka tentang sesuatu dipengaruhi oleh perbedaan dan persamaan pandangan mereka terhadap dunia (Kartomirhadjo, 1992 : 13).Sebagai contoh, bagi orang tertentu kucing merupakan binatang yang menyenangkan karena bisa diajak untuk berteman. Orang lain mungkin berpandangan bahwa kucing itu menjengkelkan karena lauk-pauknya sering dicuri kucing. Dengan kondisi semacam ini, wajar bila kedua pembaca ini akan membayangkan sesuatu yang berbeda bila membaca karya sastra yang berkenaan dengan kucing.
Kesenjangan antara sastrawan dan pembaca juga bisa ditimbulkan oleh perbedaan kepribadiaan dan perbedaan latar belakang.Kebahasan, kesastraan, sosiologis, dan psikologis yang dimiliki oleh sastrawan dan pembaca.Sastrawan berhak untuk menawarkan karya sastranya kepada pembaca. Disisi lain, pembaca pun berhak untuk memilih atau bahkan tidak memilih sama sekali karya sastra yang ditawarkan sastrawan. Pembacalah yang nantinya menjadi unsur utama hukum seleksi alam bagi karya-karya sastra yang ditawarkan sastrawan.
Ada karya sastra yang bermutu dan diterima dengan baik oleh pembacanya.Ada karya sastra yang tidak bermutu dan tidak diterima oleh pembacanya.Ada karya sastra yang bermutu, tetapi kurang dikenal pembacanya.Ada juga karya sastra yang kurang baik, tetapi diterima pembacanya.
Ketiga, kekhasan komunikasi antara sastrawan dan pembacanya bisa dilihat pada pesannya, yaitu karya sastra itu sendiri. Setelah pembaca membaca karya sastra, sebenarnya akan muncul karya yang lain. Karya lain itu adalah karya yang ada didalam alam pikiran pembaca sesuai dengan penafsiran dan sistem yang ada didalam pikirannya. Keempat, kekhasan komunikasi antara sastrawan dan pembacanya bisa dilihat pada diri sastrawannya.Hubungan antara sastrawan dan pembaca juga bisa berupa hubungan yang muncul akibat sikap dan pandangan satrawan terhadap pembaca.Selain muncul dalam sikap sehari-hari, sikap terhadap pembaca tanpak pada karya sastranya.
Ada sastrawan yang mengajak, mendikte, atau bersikap menggurui pembaca.Sikap ini muncul karena sastrawan menganggap pembacanya tidak mengerti atau bodoh sehingga perlu di bimbing.Keadaan ini mungkin ada hubungannya atau berasal dari hubungan tukang cerita (tradisional) dengan masyarakatnya.Tukang cerita dianggap mengetahui segalanya, sedangkan masyarakat hanya mendengarkannya.Masyarakat mungkin meminta keterangan tambahan kepada tukang cerita yang dianggap mengetahui segalanya.Bahkan, banyak anggota masyarakat yang menganggap tukang cerita mempunyai kekuatan gaib seperti yang ada pada diri dalang wayang kulit di pulau jawa.Ada sastrawan beranggapan pembaca adalah orang yang tidak tahu atau kurang tahu, tetapi tidak perlu digurui. Dalam karya sastranya, sastrawan tersebut akan melemparkan masalah kepada pembaca dengan alternatif pemecahannya. Keadaan semacam ini terutama tanpak pada karya sastra tertulis.Ada sastarwan yang menganggap pembaca orang yang bijak.Pembaca sudah dianggap mampu menentukan sendiri keputusan dari permasalahan yang diajukan sastrawan.Dalam karya sastranya, sastrawan biasanya menyerahkan penyelesian dari suatu permasalahan kepada pembacanya. Hal ini antara lain, tanmpak pada karya sastra yang diakhiri dengan open ending, penyelesaian akhir yang terbuka. Ada juga keadaan yang berkaitan dengan karya sastra penulis muda atau pemula.Penulis pemula atau penulis muda memerlukan pengakuan kehadirannya.Ini memerlukan seorang pengkritik sastra sebagai pembacanya. Keadaan ini menyebabkan pengkritik berada pada posisi yang lebih tinggi dari seseorang penulis pembaca dianggap lebih pandai daripada sastrawannya (junus, 1985 :9-11).
Pandangan pembaca terhadap sastrawan atau karya sastranya juga mempengaruhi sikap dan tindakan pembaca. Pembaca yang berbeda pendapat, ideologi, atau pandangan dengan sastrawan akan sulit menerima apa yang dikemukakan oleh sastrawan. Mungkin saja, apa yang dikemukakan oleh sastrawan itu bisa benar menurut pembaca tersebut bila sastrawannya orang lain. Pembaca akademis (kritikus) akan bisa bersikap merendahkan bila ia memandang sastrawan itu gagal dalam karya sastranya. Kritikus bisa bersikap hormat bila ia memandang sastrawan berhasil dalam karya sastranya. Pembaca akan berusaha untuk memahami atau bahkan mengikuti apa yang disarankan oleh sastrawan bila ia adalah pujaan pembaca.
Dalam hubungannya dengan karya sastra yang ditawarkan oleh sastrawan, pembaca dapat saja menggunakan asas-asas tafsiran lokal dan analogi. Asas tafsiran lokal ini memberikan petunjuk kepada pendengar/pembaca agar tidak membentuk konteks yang lebih luas dari yang ia perlukan untuk sampai kepada suatu tafsiran. Asas analogi adalah salah satu heuristik mendasar yang dianut oleh pendengar/pembaca dan penganalisis untuk menentukan tafsiran-tafsiran dengan mempertimbangkan konteks. Mereka menganggap bahwa segala sesuatu akan tetap seperti sebelumnya jika mereka tidak diberi peringatan tertentu bahwa suatu aspek tertentu telah berubah (Brown dan Yule, 1996: 58-65).
Asas ini mengharuskan pendengar/pembaca menginterprestasikan suatu wacana seperti yang telah diketahui sebelumnya, kecuali apabila ada pemberitahuan bahwa sebagian dari wacana itu di ubah (Kartonomihardjo, 1993: 29).Wacana ditafsirkan dari sudut pengalaman dengan wacana serupa dimasa lampau, melalui analogi dengan teks-teks serupa sebelumnya. Pengalaman sebelumnya yang relavan, bersama dengan asas tafsiran lokal, akan mendorong pendengar/pembaca untuk berusaha menafsirkan ujaran-ujaran yang berurutan sebagai berhubungan dengan topik yang sama. Pembaca juga melakukan proses inferes. Inferes adalah usaha menarik kesimpulan untuk dapat menafsirkan ujaran-ujaran atau hubungan antar ujaran (Brown dan Yule, 1996).

2.3          Pandangan Ahli terhadap Pembaca Sastra
Dalam pandangan Jauss penelitian resepsi didasarkan pada perombakan sejarah sastra. Ia tidak lagi memaparkan sederetan pengarang dan jenis sastra melainkan bagaimana sebuah sastra diterima waktu terbit pertama kali dan seterusnya. Jauss memperkenalkan pengertian horison harapan (penerimaan dan pengolahan batin pembaca).
Horison harapan seorang pembaca ditentukan berdasarkan komponen-komponen berikut:
-          Pengetahuan mengenai kesenian dan jenis-jenis sastra
-          Pengetahuan mengenai lingkungan historis-literer
-          Pengetahuan mengenai perbedaan antara fakta dan fiksi
-          Perbedaan mengenai bahasa puitis dan bahasa sehari-hari
Menurut Jauss penilaian pembaca terjadi berdasarkan komunikasi antara teks dan horison harapan si pembaca, bila harapan tadi diperluas kareana ada norma-norma baru, maka karya itu dinilai sebagai seni yang sungguh-sungguh. Bila tidak maka karya itu termasuk karya sastra picisan.
Plato menjelaskan Sastra adalah hasil peniruan atau gambaran dari kenyataan (mimesis).Sebuah karya sastra harus merupakan peneladanan alam semesta dan sekaligus merupakan model kenyataan.
 Aristoteles juga menyebutkan Sastra sebagai kegiatan lainnya melalui agama, ilmu pengetahuan dan filsafat.
Menurut Mursal Esten (1978 : 9) Sastra atau Kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia. melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan).
Selain itu  Semi (1988 : 8 ) mengungkapkan Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya menggunakan bahasa sebagai mediumnya.


   
BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan
Menurut  Sapardi, karya sastra adalah karya yang dimaksudkan oleh pengarangnya sebagai karya sastra, berwujud karya sastra, dan diterima oleh masyarakat sebagai karya sastra. Dari penjelasan sapardi itu dapat diketahui bahwa pembaca sangat berperan dalam menentukan sebuah karya itu merupakan karya sastra atau bukan.
 Horatius dalam ars poetika (14 sm) menyatakan bahwa tujuan penyair adalah berguna atau memberi nikmat, ataupun sekaligus menyatakan hal-hal yang enak dan berfaedah untuk kehidupan.
Dalam hubungannya dengan karya sastra yang ditawarkan oleh sastrawan, pembaca dapat saja menggunakan asas-asas tafsiran lokal dan analogi. Asas tafsiran lokal ini memberikan petunjuk kepada pendengar/pembaca agar tidak membentuk konteks yang lebih luas dari yang ia perlukan untuk sampai kepada suatu tafsiran. Asas analogi adalah salah satu heuristik mendasar yang dianut oleh pendengar/pembaca dan penganalisis untuk menentukan tafsiran-tafsiran dengan mempertimbangkan konteks.

3.2  Kritik dan Saran
Kami menyadari, dalam pembuatan makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sebagai penyusun berharap agar ada kritik dan saran dari semua pihak terutama dosen.Kami hanyalah manusia biasa.Jika ada kesalahan, itu datangnya dari kami sendiri, jika ada kebenaran, itu datangnya dari Allah swt.



 DAFTAR PUSTAKA

     Atmazaki (1990). Ilmu Sastra: Teori Terapan Bandung Angkasa Raya
http:// taurusgirll. Blogspot.com/2011/03/teori- sastra-indonesiasastrawan-dan.html


No comments:

Post a Comment

Naskah Drama "Balada Saridin"

Pemain : 1.       Saridin 2.       Aisyah 3.       Sari (teman Aisyah) 4.       Siti (teman Aisyah) 5.       Ayah Aisyah 6.  ...