Sunday, April 23, 2017

METODE PENYEBARAN ISLAM DI NUSANTARA

METODE PENYEBARAN ISLAM DI NUSANTARA

M A K A L A H
Mata Kuliah: Aswaja
Program Bidang Study / Semester: PBSI / 2 A




Disusun oleh KELOMPOK 1 :
Ade Fahmi Alamsyah
Dewi Dwiyanti

PENDIDIKAN BAHASA DN SASTRA INDONESIA (PBSI)
 SEKOLAH TINGGI KEGURUAN ILMU DAN PENDIDIKAN
NAHDLATUL ULAMA INDRAMAYU

(STKIP NU INDRAMAYU)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah ASWAJA dengan judulPenyebaran Islam di Nusantara”.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun mendapat masukan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga makalah ini bisa selesai. Untuk itu pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun  menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penyusun. Untuk itu penyusun Mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi lebih baik laginya makalah ini.
Akhir kata, penyusun berharap agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penyusun khususnya dan pembaca pada umumnya.


Indramayu, 24 Februari 2017

Penyusun

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Penulisan
Sejak zaman pra sejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara. Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual disana menarik bagi para pedagang, dan menjadi daerah lintasan penting antara Cina dan India. Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku dipasarkan di Jawa dan Sumatera, untuk kemudian dijual kepada para pedagang asing. Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa antara abad ke-1 dan ke-7 M sering disinggahi para pedagang asing seperti Lamuri (Aceh), Barus, dan Palembang di Sumatra; Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa.
Bersamaan dengan itu, datang pula para pedagang yang berasal dari Timur Tengah. Mereka tidak hanya membeli dan menjajakan barang dagangan, tetapi ada juga yang berupaya menyebarkan agama Islam. Dengan demikian, agama Islam telah ada di Indonesia ini bersamaan dengan kehadiran para pedagang Arab tersebut. Meskipun belum tersebar secara intensif ke seluruh wilayah Indonesia.
1.2  Rumusan Masalah Penulisan
1.      Dimana dan Bagaimanakah penyebaran islam di wilayah Nusantara?
2.      Bagaimanakah metode masuknya islam di Indonesia?
3.      Bagaimana Gerakan Dakwah Islam ?
1.3  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengingat tentang bagaimana islam masuk ke indonesia.
2.      Supaya kita mencontoh bagaimana cara berdakwah yang baik.
3.      Mengenang kembali jasa-jasa para pejuang terdahulu.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Penyebaran Islam di Beberapa Wilayah Nusantara
a.       Di Sumatra
Kesimpulan hasil seminar di Medan tersebut, wilayah Nusantara yang mula-mula dimasuki Islam adalah pantai barat, pulau sumatra, dan  daerah pasai yang terletak di Aceh utara yang kemudian di masing-masing kedua daerah tersebut berdiri kerjaan islam perlak dan samudra pasai.
b.      Di Jawa
Benih-benih kedatangan Islam ke tanah Jawa sebenarnya sudah dimulai pada abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 M. Hal ini dituturkan oleh Prof. Dr.Buya hamka dalam bukunya Sejarah Umat Islam, bahwa pada tahun 674 M sampai 675 M.
Sahabat Nabi, Muawiyyah bin Abi Sufyan pernah singgah di tanah Jawa (Kerajaan Kalingga) menyamar sebagai pedagang. Bisa jadi Muawiyyah saat itu baru penjajagan saja, tapi proses dakwah selanjutnya dilakukan oleh para da’i yang berasal dari Malaka atau Kerajaan Pasai sendiri. Sebab saat itu lalu lintas atau jalur hubungan antara Malaka dan Pasai disatu pihak dengan jawa dipihak lain sudah begitu pesat.
2.2  Metode Masuknya Islam di Indonesia
Islam masuk ke Indonesia, bukan dengan peperangan ataupun penjajahan. Islam berkembang dan tersebar di Indonesia justru dengan cara damai dan persuasif berkat kegigihan para ulama karena para ulama berpegang teguh pada prinsip
”Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhultali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahui”. (Al-Baqarah: 256)
Adapun cara masuknya islam di Indonesia melalui beberapa cara antara lain :
•           Perdagangan
Pada abad ke-7 M, bangsa Indonesia kedatangan para pedagang Islam dari Gujarat/India, Persia, dan Bangsa Arab. Saat berdagang terjadilah komunikasi antara penjual dan pembeli, atas interaksi ini maka terjadilah penyebaran agama Islam. Sebagai seorang muslim mempunyai kewajiban berdakwah maka para pedagang Islam juga menyampaikan dan mengajarkan agama dan kebudayaan Islam kepada orang lain, akhirnya banyak pedagang Indonesia memeluk agama Islam dan merekapun menyebarkan agama Islam dan budaya Islam yang baru dianutnya kepada orang lain. Secara bertahap agama dan budaya Islam tersebar dari pedagang Gujarat/India, Persia, dan Bangsa Arab kepada bangsa Indonesia. Proses penyebaran Islam melalui perdagangan sangat menguntungkan dan lebih efektif dibanding cara lainnya.
•           Perkawinan
Sebagian para pedagang Islam ada yang menetap di Indonesia dan para pedagang ini menikah dengan wanita Indonesia, terutama putri raja atau bangsawan. Karena pernikahan itulah, maka banyak keluarga raja atau bangsawan masuk Islam. Ketika keluarga raja dan bangsawan memeluk agam islam, akhirnya diikuti oleh rakyatnya. Dengan demikian Islam cepat berkembang.
•           Pendidikan
Perkembangan Islam yang cepat menyebabkan muncul tokoh ulama yang menyebarkan Islam melalui pendidikan dengan mendirikan pondok-pondok pesantren. Pesantren adalah tempat pemuda pemudi menuntut ilmu yang berhubungan dengan agama Islam. Setelah para pelajar tersebut selesai dalam menuntut ilmu mengenai agama Islam, mereka mengajarkan kembali ilmu yang diperolehnya kepada masyarakat sekitar, hingga akhirnya masyarakat sekitar menjadi pemeluk agama Islam.
•           Politik
Seorang raja mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar dan memegang peranan penting dalam proses penyebaran agama Islam tersebut. Jika raja sebuah kerajaan memeluk agama Islam, maka rakyatnya akan memeluk agama Islam juga. Alasannya karena masyarakat Indonesia memiliki kepatuhan yang tinggi terhadap rajanya. Demi kepentingan politik maka Raja akan mengadakan perluasan wilayah kerajaan, yang diikuti dengan penyebaran agama Islam.
•           Melalui Dakwah di Kalangan Masyarakat
Masyarakat Indonesia sendiri memilki para pendakwah yang menyebarkan Islam di lingkungannya, seperti Dato’ri Bandang menyebarkan agama Islam di daerah Gowa, Sulawesi Selatan; Tua Tanggang Parang menyebarkan Islam di daerah Kutai, Kalimantan Timur; Penghulu dari Demak menyebarkan agama Islam di kalangan para bangsawan Banjar, Kalimantan Selatan; Para Wali menyebarkan agama Islam di Jawa dan ada 9 wali yang terkenal, mereka memegang beberapa peran di kalangan masyarakat sebagai penyebar agama Islam, pendukung kerajaan-kerajaan Islam, penasihat raja-raja Islam dan pengembang kebudayaan daerah yang telah disesuaikan dengan budaya Islam. Atas perannya para wali sangat terkenal di kalangan masyarakat.
•           Seni Budaya
Perkembangan Islam juga melalui seni budaya, seperti bangunan (masjid), seni pahat, seni tari, seni musik, dan seni sastra. Beberapa seni ini banyak dijumpai di Jogjakarta, Solo, dan Cirebon. Seni ini dibuat dengan cara mengakrabkan budaya daerah setempat dengan ajaran Islam yang disusupkan ajaran tauhid yang dibuat sederhana, sehalus dan sedapat mungkin memanfaatkan tradisi lokal.
2.3  Gerakan Dakwah Islam di Pulau jawa lainnya
Agama Islam berkembang di Indonesia karena adanya peran para ulama yang dengan gigih menyebarkan ajara Islam. Ulama yang datang ke Indonesia tersebar mulai dari pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku. Cara penyebaran Islam yang dilakukan Wali Songo sangat menarik. Mereka mampu menggunakan metode-metode yang memudahkan ajaran Islam diterima oleh berbagai golongan masyarakat. Misalnya, dengan menggunakan sarana-sarana yang telah dikenal dalam masyarakat, antara lain melalui pendekatan kebudayaan, seperti pertunjukan wayang.
Dalam sejarahnya di Indonesia, wali mempunyai peranan sebagai berikut.
 Menjadi guru agama atau mubalig yang bertugas menyiarkan agama. Biasanya mereka mendirikan masjid dan pesantren, yakni tempat orang berkumpul memperdalam ajaran agama.
Menjadi penasihat raja, bahkan ada yang menjadi raja, sehingga wali diberi gelar Sunan, suatu gelar yang dipergunakan oleh para raja di Jawa.
Menjadi panutan masyarakat atau tokoh agama.
 Memberi doa restu atau memimpin upacara dan ibadah.
Sebagai pengembang kebudayaan setempat yang disesuaikan dengan kebudayaan Islam.
Sebagai ahli siasat perang.




Metode yang digunakan oleh Wali Songo/ulama dalam menyebarkan agama Islam antara lain sebagai berikut.
a. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim atau Syeh Maulana Maghribi)
Pada tahun 1404 ia tiba di Jawa dari pasai dan menetap di Leran, Gresik. Dengan kehalusan budi pekerti dan kedermawanannya ia mengajarkan agama Islam mulamula kepada para murid yang kebanyakan adalah para pedagang dari Gujarat. Pada tanggal 9 April 1419 ia wafat dan dimakamkan di Gresik. Berkat jasanya, Gresik menjadi pusat penyiaran agama Islam di Jawa Timur.
b. Sunan Ampel (Raden Rakhmad atau Sayid Ali Rahmatullah)
Ia didatangkan dari Campa oleh Raja Kertabumi pada zaman Majapahit. Oleh raja ia ditugaskan untuk memperbaiki akhlak rakyat Majapahit yang mulai rusak. Ia mendirikan pondok pesantren di Ampeldenta, Surabaya. Sunan Ampel menyebarkan agama Islam di Surabaya dan sekitarnya. Meninggal pada tahun 1481 dan dimakamkan di Ampel.
c. Sunan Bonang (Raden Makhdum Ibrahim)
Semasa muda, ia belajar agama Islam di Pasai. Sekembali dari Pasai, ia mendirikan pesantren di Tuban. Disebut Sunan Bonang karena dalam melakukan dakwah ia mempergunakan bonang (salah satu instrumen jawa) untuk menarik orang supaya datang. Ia meninggalkan karya sastra, yaitu “Primbon Sunan Bonang”.
d. Sunan Gunung Jati
Ia mempunyai sebutan nama yang banyak antara lain: Fatahillah, Faletehan, Syarif Hidayatullah, dan Muhammad Nurudin. Sunan Gunung Jati belajar agama Islam di Mekah dan Bagdad, dalam perjalanannya ke Jawa, singgah di Gujarat dan Pasai. Mula-mula ia menyebarkan agama Islam di Demak, selanjutnya meluasnya ke wilayah Jawa Barat (Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon). Sunan Gunung Jati berjasa dalam mendirikan kerajaan Islam, Banten dan Cirebon.
e. Sunan Drajat (Raden Syarifuddin atau Masih Munat)
Ia mempelajari agama Islam dari para wali pendahulunya. Sunan Drajat mendirikan pesantren di Dusun Drajat, Paciran, Lamongan. Untuk memasyarakatnya ajaran agama Islam, ia mengubah syair-syair pangkur (tembang Jawa). Selain itu, ia juga mempergunakan gamelan Jawa sehingga lebih menarik bagi penduduk pribumi. Sisi lain daya tarik pribadinya adalah perhatiannya kepada orang miskin, yatim piatu, dan orang-orang terlantar.
f. Sunan Giri (Raden Paku atau Sultan Abdul Faqih)
Belajar agama Islam pertama kali di Ampel, kemudian melanjutkan ke Pasai bersama Sunan Bonang. Ia mendirikan pesantren “Prabu Giri Satmata” di Sidomukti, Gresik. Dalam menyebarkan agama, ia menciptakan lagu-lagu dolanan yang bernapaskan Islam, seperti Jamuran, Ilir-Ilir, dan Cublak-Cublak Suweng.
g. Sunan Kalijaga (Raden Mas Syahid atau Raden Setya)
Semasa muda ia berguru pada Sunan Bonang, sehingga dalam berdakwah ia menggunakan gaya Sunan Bonang, yakni mempergunakan wayang dan gamelan. Jawa untuk menarik massa dan menanamkan ajaran-ajarannya di hati masyarakat Jawa. Ia mendirikan pesantren di Kadilangu, Demak dan mendapatkan banyak murid. Murid-muridnya yang terkenal, yaitu: Ki Ageng Pandanaran, Sunan Goseng, Empu Supa, dan Syekh Domba.
h. Sunan Kudus (Ja’far Shidiq)
Pernah belajar agama Islam di Arab. Seusai belajar agama, ia mendirikan pesantren di Kudus. Ia seorang pujangga Islam yang menguasai berbagai ilmu keagamaan, terutama tauhid, hadis, dan fiqih. Ia juga berhasil meluruskan ajaran Islam yang diselewengkan oleh beberapa tokoh seperti Syekh Siti Jenar, Kebo Kenanga, dan Ki Ageng Pengging.
i. Sunan Muria
Bersama Sunan Kudus, ia pernah berguru kepada Ki Ageng Ngerang. Seusai mempelajari agama Islam, ia mendirikan padepokan di kaki Gunung Muria, tempat menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada para muridnya yang terdiri atas rakyat jelata dan orang-orang sederhana pedesaan di sekitar Jepara. Ia juga mempergunakan gamelan Jawa untuk menarik massa, dan menciptakan syair-syair tembang kinanthi dan sinom yang memuat ajaran agama agar lebih mudah diterima dan diresapkan oleh orang-orang sederhana.

Ulama Lain
Selain ada Wali Songo yang tugasnya menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa, masih ada ulama setempat, di antaranya sebagai berikut.

    Dato’ri Bandang (Abdul Makmur Khatib Tunggal) berasal dari Minangkabau.
    Dato’ri Patimang (Khatib Sulaiman): mengislamkan Kerajaan Luwu (Palopo).
    Dato’ri Tito (Khatib Bungsu): mengislamkan wilayah Bulu Kumba.
    Tua Tanggang Parang dan Raja Aji Langgar, mengislamkan Kutai (Kalimantan Timur).
    Syekh Abdul Muhyi: menyiarkan agama Islam di Pamijahan, Tasikmalaya.
    Ki Gede Ing Suro: berasal dari Surabaya, mengislamkan Palembang.
    Syekh Yusuf (Yusuf Tajul Khaiwati): dari Makasar menjadi mufti di Kerajaan Banten pada masa Sultan Ageng Tirtayasa.
    Syekh Burhanuddin: dari Ulakan (Minangkabau), merupakan pelopor Islam di Sumatera Barat.
    Kiai Dukuh (Pangeran Kasunyatan): guru agamanya Maulana Yusuf (Sulatan
    Banten).
    Syekh Siti Jenar (Syekh Lemah Abang) ahli tasawuf yang mati dihukum bakar.
    Sunan Geseng (Ngabehi Ckrajaya): mengislamkan Bagelan (Kedu).
    Sunan Tembayat (Ki Ageng Pandanaran): mengislamkan Klaten.
    Syekh Domba: mengislamkan Salatiga.
    Sunan Panggung: mengislamkan Tegal.
    Ki Ageng Juru Martani: mengislamkan Gunung Kidul.
    Ki Ageng Pamanahan: mengislamkan Yogyakarta.
    Ki Ageng Gribig: mengislamkan Jatinom.
    Sayid Usman: mengislamkan Jakarta.
    Syekh Abdul Samad: mengislamkan Palembang.
    Syekh Nawawi: mengislamkan Banten.
    Syekh Arsyad: mengislamkan Banjarmasin.
    Syekh Said dari Pasai: mengislamkan petani.



BAB III
PENUTUP

Simpulan
Sesungguhnya Allah SWT, menciptakan manusia untuk berpasang-pasangan, menjadikan umat bersuku-suku untuk adanya persatuan bangsa, dan perlu di ingat untuk menyebarkan perkembangan umat islam di indonesia perlu waktu berangsur-angsur lamanya dan adanya perlakuan sewenang-wenang antar manusia.


DAFTAR PUSTAKA

No comments:

Post a Comment

Naskah Drama "Balada Saridin"

Pemain : 1.       Saridin 2.       Aisyah 3.       Sari (teman Aisyah) 4.       Siti (teman Aisyah) 5.       Ayah Aisyah 6.  ...