METODE
PENYEBARAN ISLAM DI NUSANTARA
M
A K
A L
A H
Mata
Kuliah: Aswaja
Program Bidang Study / Semester: PBSI / 2 A
Disusun
oleh KELOMPOK 1 :
Ade
Fahmi Alamsyah
Dewi
Dwiyanti
PENDIDIKAN
BAHASA DN SASTRA INDONESIA (PBSI)
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN ILMU DAN PENDIDIKAN
NAHDLATUL ULAMA INDRAMAYU
(STKIP
NU INDRAMAYU)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah
puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya,
Makalah ini dibuat
dalam
rangka
memenuhi tugas mata kuliah ASWAJA dengan judul “Penyebaran Islam di Nusantara”.
Dalam penyusunan
makalah ini, penyusun
mendapat masukan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga makalah ini bisa
selesai. Untuk itu pada kesempatan
ini penyusun mengucapkan
terimakasih
kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini, karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
penyusun. Untuk itu penyusun Mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi lebih baik laginya
makalah ini.
Akhir kata,
penyusun berharap agar makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi penyusun khususnya dan pembaca pada umumnya.
Indramayu, 24 Februari 2017
Penyusun
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Penulisan
Sejak
zaman pra sejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar
yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal masehi sudah ada rute-rute
pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di
daratan Asia Tenggara. Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa
kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi
yang dijual disana menarik bagi para pedagang, dan menjadi daerah lintasan
penting antara Cina dan India. Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal
dari Maluku dipasarkan di Jawa dan Sumatera, untuk kemudian dijual kepada para
pedagang asing. Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa antara abad
ke-1 dan ke-7 M sering disinggahi para pedagang asing seperti Lamuri (Aceh),
Barus, dan Palembang di Sumatra; Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa.
Bersamaan
dengan itu, datang pula para pedagang yang berasal dari Timur Tengah. Mereka
tidak hanya membeli dan menjajakan barang dagangan, tetapi ada juga yang
berupaya menyebarkan agama Islam. Dengan demikian, agama Islam telah ada di
Indonesia ini bersamaan dengan kehadiran para pedagang Arab tersebut. Meskipun
belum tersebar secara intensif ke seluruh wilayah Indonesia.
1.2 Rumusan
Masalah Penulisan
1. Dimana
dan Bagaimanakah penyebaran islam di wilayah Nusantara?
2. Bagaimanakah
metode masuknya islam di Indonesia?
3. Bagaimana
Gerakan Dakwah Islam ?
1.3 Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengingat tentang bagaimana islam masuk ke indonesia.
2. Supaya
kita mencontoh bagaimana cara berdakwah yang baik.
3. Mengenang
kembali jasa-jasa para pejuang terdahulu.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penyebaran
Islam di Beberapa Wilayah Nusantara
a. Di
Sumatra
Kesimpulan hasil
seminar di Medan tersebut, wilayah Nusantara yang mula-mula dimasuki Islam
adalah pantai barat, pulau sumatra, dan
daerah pasai yang terletak di Aceh utara yang kemudian di masing-masing
kedua daerah tersebut berdiri kerjaan islam perlak dan samudra pasai.
b. Di
Jawa
Benih-benih kedatangan
Islam ke tanah Jawa sebenarnya sudah dimulai pada abad pertama Hijriyah atau
abad ke-7 M. Hal ini dituturkan oleh Prof. Dr.Buya hamka dalam bukunya Sejarah
Umat Islam, bahwa pada tahun 674 M sampai 675 M.
Sahabat Nabi, Muawiyyah
bin Abi Sufyan pernah singgah di tanah Jawa (Kerajaan Kalingga) menyamar
sebagai pedagang. Bisa jadi Muawiyyah saat itu baru penjajagan saja, tapi
proses dakwah selanjutnya dilakukan oleh para da’i yang berasal dari Malaka
atau Kerajaan Pasai sendiri. Sebab saat itu lalu lintas atau jalur hubungan
antara Malaka dan Pasai disatu pihak dengan jawa dipihak lain sudah begitu
pesat.
2.2 Metode
Masuknya Islam di Indonesia
Islam
masuk ke Indonesia, bukan dengan peperangan ataupun penjajahan. Islam
berkembang dan tersebar di Indonesia justru dengan cara damai dan persuasif
berkat kegigihan para ulama karena para ulama berpegang teguh pada prinsip
”Tidak
ada paksaan untuk (memasuki) agama (islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada
Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada
buhultali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah maha mendengar lagi
maha mengetahui”. (Al-Baqarah: 256)
Adapun
cara masuknya islam di Indonesia melalui beberapa cara antara lain :
• Perdagangan
Pada abad ke-7 M,
bangsa Indonesia kedatangan para pedagang Islam dari Gujarat/India, Persia, dan
Bangsa Arab. Saat berdagang terjadilah komunikasi antara penjual dan pembeli,
atas interaksi ini maka terjadilah penyebaran agama Islam. Sebagai seorang
muslim mempunyai kewajiban berdakwah maka para pedagang Islam juga menyampaikan
dan mengajarkan agama dan kebudayaan Islam kepada orang lain, akhirnya banyak
pedagang Indonesia memeluk agama Islam dan merekapun menyebarkan agama Islam
dan budaya Islam yang baru dianutnya kepada orang lain. Secara bertahap agama
dan budaya Islam tersebar dari pedagang Gujarat/India, Persia, dan Bangsa Arab
kepada bangsa Indonesia. Proses penyebaran Islam melalui perdagangan sangat
menguntungkan dan lebih efektif dibanding cara lainnya.
• Perkawinan
Sebagian para pedagang
Islam ada yang menetap di Indonesia dan para pedagang ini menikah dengan wanita
Indonesia, terutama putri raja atau bangsawan. Karena pernikahan itulah, maka
banyak keluarga raja atau bangsawan masuk Islam. Ketika keluarga raja dan
bangsawan memeluk agam islam, akhirnya diikuti oleh rakyatnya. Dengan demikian
Islam cepat berkembang.
• Pendidikan
Perkembangan Islam yang
cepat menyebabkan muncul tokoh ulama yang menyebarkan Islam melalui pendidikan
dengan mendirikan pondok-pondok pesantren. Pesantren adalah tempat pemuda
pemudi menuntut ilmu yang berhubungan dengan agama Islam. Setelah para pelajar
tersebut selesai dalam menuntut ilmu mengenai agama Islam, mereka mengajarkan
kembali ilmu yang diperolehnya kepada masyarakat sekitar, hingga akhirnya
masyarakat sekitar menjadi pemeluk agama Islam.
• Politik
Seorang raja mempunyai
kekuasaan dan pengaruh yang besar dan memegang peranan penting dalam proses
penyebaran agama Islam tersebut. Jika raja sebuah kerajaan memeluk agama Islam,
maka rakyatnya akan memeluk agama Islam juga. Alasannya karena masyarakat
Indonesia memiliki kepatuhan yang tinggi terhadap rajanya. Demi kepentingan politik
maka Raja akan mengadakan perluasan wilayah kerajaan, yang diikuti dengan
penyebaran agama Islam.
• Melalui Dakwah di Kalangan Masyarakat
Masyarakat Indonesia
sendiri memilki para pendakwah yang menyebarkan Islam di lingkungannya, seperti
Dato’ri Bandang menyebarkan agama Islam di daerah Gowa, Sulawesi Selatan; Tua
Tanggang Parang menyebarkan Islam di daerah Kutai, Kalimantan Timur; Penghulu
dari Demak menyebarkan agama Islam di kalangan para bangsawan Banjar,
Kalimantan Selatan; Para Wali menyebarkan agama Islam di Jawa dan ada 9 wali
yang terkenal, mereka memegang beberapa peran di kalangan masyarakat sebagai
penyebar agama Islam, pendukung kerajaan-kerajaan Islam, penasihat raja-raja
Islam dan pengembang kebudayaan daerah yang telah disesuaikan dengan budaya
Islam. Atas perannya para wali sangat terkenal di kalangan masyarakat.
• Seni Budaya
Perkembangan Islam juga
melalui seni budaya, seperti bangunan (masjid), seni pahat, seni tari, seni
musik, dan seni sastra. Beberapa seni ini banyak dijumpai di Jogjakarta, Solo,
dan Cirebon. Seni ini dibuat dengan cara mengakrabkan budaya daerah setempat
dengan ajaran Islam yang disusupkan ajaran tauhid yang dibuat sederhana,
sehalus dan sedapat mungkin memanfaatkan tradisi lokal.
2.3 Gerakan
Dakwah Islam di Pulau jawa lainnya
Agama
Islam berkembang di Indonesia karena adanya peran para ulama yang dengan gigih
menyebarkan ajara Islam. Ulama yang datang ke Indonesia tersebar mulai dari
pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku. Cara
penyebaran Islam yang dilakukan Wali Songo sangat menarik. Mereka mampu
menggunakan metode-metode yang memudahkan ajaran Islam diterima oleh berbagai
golongan masyarakat. Misalnya, dengan menggunakan sarana-sarana yang telah
dikenal dalam masyarakat, antara lain melalui pendekatan kebudayaan, seperti
pertunjukan wayang.
Dalam
sejarahnya di Indonesia, wali mempunyai peranan sebagai berikut.
Menjadi guru agama atau mubalig yang bertugas
menyiarkan agama. Biasanya mereka mendirikan masjid dan pesantren, yakni tempat
orang berkumpul memperdalam ajaran agama.
Menjadi
penasihat raja, bahkan ada yang menjadi raja, sehingga wali diberi gelar Sunan,
suatu gelar yang dipergunakan oleh para raja di Jawa.
Menjadi
panutan masyarakat atau tokoh agama.
Memberi doa restu atau memimpin upacara dan
ibadah.
Sebagai
pengembang kebudayaan setempat yang disesuaikan dengan kebudayaan Islam.
Sebagai
ahli siasat perang.
Metode
yang digunakan oleh Wali Songo/ulama dalam menyebarkan agama Islam antara lain
sebagai berikut.
a. Sunan Gresik
(Maulana Malik Ibrahim atau Syeh Maulana Maghribi)
Pada
tahun 1404 ia tiba di Jawa dari pasai dan menetap di Leran, Gresik. Dengan
kehalusan budi pekerti dan kedermawanannya ia mengajarkan agama Islam mulamula
kepada para murid yang kebanyakan adalah para pedagang dari Gujarat. Pada
tanggal 9 April 1419 ia wafat dan dimakamkan di Gresik. Berkat jasanya, Gresik
menjadi pusat penyiaran agama Islam di Jawa Timur.
b. Sunan Ampel (Raden
Rakhmad atau Sayid Ali Rahmatullah)
Ia
didatangkan dari Campa oleh Raja Kertabumi pada zaman Majapahit. Oleh raja ia
ditugaskan untuk memperbaiki akhlak rakyat Majapahit yang mulai rusak. Ia
mendirikan pondok pesantren di Ampeldenta, Surabaya. Sunan Ampel menyebarkan
agama Islam di Surabaya dan sekitarnya. Meninggal pada tahun 1481 dan
dimakamkan di Ampel.
c. Sunan Bonang (Raden
Makhdum Ibrahim)
Semasa
muda, ia belajar agama Islam di Pasai. Sekembali dari Pasai, ia mendirikan
pesantren di Tuban. Disebut Sunan Bonang karena dalam melakukan dakwah ia
mempergunakan bonang (salah satu instrumen jawa) untuk menarik orang supaya
datang. Ia meninggalkan karya sastra, yaitu “Primbon Sunan Bonang”.
d. Sunan Gunung Jati
Ia
mempunyai sebutan nama yang banyak antara lain: Fatahillah, Faletehan, Syarif
Hidayatullah, dan Muhammad Nurudin. Sunan Gunung Jati belajar agama Islam di
Mekah dan Bagdad, dalam perjalanannya ke Jawa, singgah di Gujarat dan Pasai.
Mula-mula ia menyebarkan agama Islam di Demak, selanjutnya meluasnya ke wilayah
Jawa Barat (Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon). Sunan Gunung Jati berjasa dalam
mendirikan kerajaan Islam, Banten dan Cirebon.
e. Sunan Drajat (Raden
Syarifuddin atau Masih Munat)
Ia
mempelajari agama Islam dari para wali pendahulunya. Sunan Drajat mendirikan
pesantren di Dusun Drajat, Paciran, Lamongan. Untuk memasyarakatnya ajaran
agama Islam, ia mengubah syair-syair pangkur (tembang Jawa). Selain itu, ia
juga mempergunakan gamelan Jawa sehingga lebih menarik bagi penduduk pribumi.
Sisi lain daya tarik pribadinya adalah perhatiannya kepada orang miskin, yatim
piatu, dan orang-orang terlantar.
f. Sunan Giri (Raden
Paku atau Sultan Abdul Faqih)
Belajar
agama Islam pertama kali di Ampel, kemudian melanjutkan ke Pasai bersama Sunan
Bonang. Ia mendirikan pesantren “Prabu Giri Satmata” di Sidomukti, Gresik.
Dalam menyebarkan agama, ia menciptakan lagu-lagu dolanan yang bernapaskan
Islam, seperti Jamuran, Ilir-Ilir, dan Cublak-Cublak Suweng.
g. Sunan Kalijaga
(Raden Mas Syahid atau Raden Setya)
Semasa
muda ia berguru pada Sunan Bonang, sehingga dalam berdakwah ia menggunakan gaya
Sunan Bonang, yakni mempergunakan wayang dan gamelan. Jawa untuk menarik massa
dan menanamkan ajaran-ajarannya di hati masyarakat Jawa. Ia mendirikan
pesantren di Kadilangu, Demak dan mendapatkan banyak murid. Murid-muridnya yang
terkenal, yaitu: Ki Ageng Pandanaran, Sunan Goseng, Empu Supa, dan Syekh Domba.
h. Sunan Kudus (Ja’far
Shidiq)
Pernah
belajar agama Islam di Arab. Seusai belajar agama, ia mendirikan pesantren di
Kudus. Ia seorang pujangga Islam yang menguasai berbagai ilmu keagamaan,
terutama tauhid, hadis, dan fiqih. Ia juga berhasil meluruskan ajaran Islam
yang diselewengkan oleh beberapa tokoh seperti Syekh Siti Jenar, Kebo Kenanga,
dan Ki Ageng Pengging.
i. Sunan Muria
Bersama
Sunan Kudus, ia pernah berguru kepada Ki Ageng Ngerang. Seusai mempelajari
agama Islam, ia mendirikan padepokan di kaki Gunung Muria, tempat menyampaikan
ajaran-ajaran Islam kepada para muridnya yang terdiri atas rakyat jelata dan
orang-orang sederhana pedesaan di sekitar Jepara. Ia juga mempergunakan gamelan
Jawa untuk menarik massa, dan menciptakan syair-syair tembang kinanthi dan
sinom yang memuat ajaran agama agar lebih mudah diterima dan diresapkan oleh
orang-orang sederhana.
Ulama Lain
Selain ada Wali Songo
yang tugasnya menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa, masih ada ulama setempat,
di antaranya sebagai berikut.
Dato’ri Bandang (Abdul Makmur Khatib
Tunggal) berasal dari Minangkabau.
Dato’ri Patimang (Khatib Sulaiman):
mengislamkan Kerajaan Luwu (Palopo).
Dato’ri Tito (Khatib Bungsu): mengislamkan
wilayah Bulu Kumba.
Tua Tanggang Parang dan Raja Aji Langgar,
mengislamkan Kutai (Kalimantan Timur).
Syekh Abdul Muhyi: menyiarkan agama Islam
di Pamijahan, Tasikmalaya.
Ki Gede Ing Suro: berasal dari Surabaya,
mengislamkan Palembang.
Syekh Yusuf (Yusuf Tajul Khaiwati): dari
Makasar menjadi mufti di Kerajaan Banten pada masa Sultan Ageng Tirtayasa.
Syekh Burhanuddin: dari Ulakan
(Minangkabau), merupakan pelopor Islam di Sumatera Barat.
Kiai Dukuh (Pangeran Kasunyatan): guru
agamanya Maulana Yusuf (Sulatan
Banten).
Syekh Siti Jenar (Syekh Lemah Abang) ahli
tasawuf yang mati dihukum bakar.
Sunan Geseng (Ngabehi Ckrajaya):
mengislamkan Bagelan (Kedu).
Sunan Tembayat (Ki Ageng Pandanaran):
mengislamkan Klaten.
Syekh Domba: mengislamkan Salatiga.
Sunan Panggung: mengislamkan Tegal.
Ki Ageng Juru Martani: mengislamkan Gunung Kidul.
Ki Ageng Pamanahan: mengislamkan
Yogyakarta.
Ki Ageng Gribig: mengislamkan Jatinom.
Sayid Usman: mengislamkan Jakarta.
Syekh Abdul Samad: mengislamkan Palembang.
Syekh Nawawi: mengislamkan Banten.
Syekh Arsyad: mengislamkan Banjarmasin.
Syekh Said dari Pasai: mengislamkan petani.
BAB
III
PENUTUP
Simpulan
Sesungguhnya
Allah SWT, menciptakan manusia untuk berpasang-pasangan, menjadikan umat
bersuku-suku untuk adanya persatuan bangsa, dan perlu di ingat untuk
menyebarkan perkembangan umat islam di indonesia perlu waktu berangsur-angsur
lamanya dan adanya perlakuan sewenang-wenang antar manusia.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment