“Sastrawan
dan Semesta”
Mata Kuliah: Teori Belajar Sastra
Dosen Pembimbing : Mustamil, Drs., M.Pd
Program Bidang Study / Semester : PBSI / 2
Disusun oleh:
Rudiyanto
Sintiyah
Wasiri
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
NAHDLATUL
ULAMA INDRAMAYU
(STKIP
NU INDRAMAYU)
SK
DIRJEND DIKTI NO. 439/E/O/2012
Tahun
2017
Jalan Raya Kaplongan
No. 28 Karangampel Indramayu
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji
syukur kami panjatkan atas kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya kepada kami, sehinga kami mendapatkan petunjuk, kekuatan, dan
kesabaran agar kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul “Sastrawan
dan Semesta”.
Dalam
penyusunan makalah ini, kami menyadari masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karna itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dan mendidik untuk
perbaikan selanjutnya.
Kami
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembacanya. Terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Indramayu, Pebruari 2017
Penulis
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR...................................................................................
i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang
Penulisan .............................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah
Penulisan ......................................................... 1
1.3 Tujuan
Penulisan ............................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................ 3
2.1 Pengertian
Sastrawan dan Alam Semesta ..................................... 3
2.1.1
Pengertian Sastrawan ....................................................... 3
2.1.2
Pengertian Alam Semesta ................................................. 3
2.2 Hubungan
Sastrawan dengan Alam Semesta ................................ 3
2.3 Sastrawan dan
Panca Indera ......................................................... 5
BAB III PENUTUP .................................................................................. 10
3.1 Simpulan ...................................................................................... 10
3.2 Saran ............................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Penulisan
Fenomena sastra amatlah sangat beragam. Baik
dari segi sastranya, sastrawannya, maupun
lingkungan alam semesta. Semuanya dapat berupa pembangun ataupun perusak karya
sastra itu sendiri. Semuanya
merupakan rangkaian “dunia hidup” karya sastra. Walaupun karya sastra itu siap
jadi tetaplah merupakan hasil goresan sastra.
Sastrawan adalah orang-orang yang menghasilkan
karya sastra seperti novel, puisi, sajak, naskah sandiwara dan lain-lain. Oleh
karena itu, penyair, penulis, pujangga serta profesi-profesi terkait lainnya,
bisa dikelompokkan sebagai sastrawan. Pemahaman pada karya sastra akan lebih
baik bila kita mengenal latar belakang sang pengarang atau sastrawan.
Proses terjadinya alam semesta hanya Allah SWT yang
tahu. Bagi manusia alam semesta masih merupakan misteri, masih merupakan
peristiwa yang gaib dan penuh rahasia. Namun walaupun demikian para ahli ilmu
pengetahuan alam masih terus mengadakan penelitian-penelitian untuk mengungkap
tabir misteri tersebut. Apa, mengapa, bagaimana dan kapan terjadinya alam semesta ini.
1.2 Rumusan
Masalah Penulisan
Dari beberapa masalah yang ada
di atas, maka kami dari tim penyusun makalah ingin membahas beberapa hal untuk
menjelaskan masalah-masalah tersebut, yaitu sebagai berikut :
1. Apa pengertian sastrawan dan alam semesta?
2. Apa hubungan sastrawan dengan alam semesta ?
3. Apa hubungan sastrawan dengan panca indra?
1.3 Tujuan
Penulisan
Dari
rumusan masalah penulisan yang sudah disebutkan, maka kami sebagai tim penyusun
makalah mempunyai tujuan penulisan, yaitu sebagai berikut :
1. Mengetahui pengertian sastrawan dan alam
semesta.
2. Mengetahui hubungan sastrawan dengan alam semesta.
3. Mengetahui hubungan sastrawan dengan panca
indra.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sastrawan dan Alam semesta
2.1.1 Pengertian sastrawan
Sastrawan
adalah orang-orang yang menghasilkan karya sastra seperti novel, puisi, sajak,
naskah sandiwara dan lain-lain. Oleh
karena itu, penyair, penulis, pujangga serta profesi-profesi terkait lainnya,
bisa dikelompokkan sebagai sastrawan.
2.2.2 Pengertian alam semesta
Alam
adalah segala sesuatu yang ada atau yang dianggap ada oleh manusia di dunia ini
selain Allah beserta dzat dan
sifat-nya. Alam
dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis, diantaranya adalah alam ghoib dan alam syahadah. Alam syahadah
dalam istilah Inggris disebut universe yang artinya seluruhnya, yang dalam
bahasa sehari-hari disebut sebagi alam semesta. Alam semesta merupakan ciptaan
Allah yang diurus dengan kehendak dan perhatian Allah.
2.2 Hubungan Sastrawan dengan Alam Semesta
Semua karya manusia disusun berdasarkan alam
semesta. Orang membuat rumah, dengan
bahan dari alam, seperti batu, kayu, semen, dan kapur.
Bagaimana dengan karya sastra?. Ya, kita mendapatkan ide dari alam semesta,
demikian juga dengan sastrawan.
Sastrawan menyampaikan ide dan gagasan-nya yang berupa karya sastra kepada
pembaca atau pendengarnya. Karya sastra tersebut tercipta berkat ide yang
didapatkan dari alam semesta. Sastrawan akan menyampaikan apa yang berhasil
diindra, ditanggapi, diingat,
dan difantasikannya melalui bahasa.
Apa yang berhasil diindra, ditanggapi, diingat,
dan difantasikan manusia, semuanya disimpan dan disampaikan melalui
bahasa dengan segala perangkatnya. Bahasa adalah wadah objektif dari timbunan
makna dan pengalaman yang besar. Objektif sebagai milik bersama anggota
masyarakat terhadap subjektif dalam arti pengertian individual (teeuw, 1984:
227).
Sastrawan memperlakukan kenyataan dan dunia
dengan tiga cara, yaitu manipulatif, artifisial, dan interpretatif. Manipulasi adalah sebuah proses
rekayasa dengan melakukan penambahan, penyembunyian, penghilangan atau
pengkaburan terhadap bagian atau keseluruhan sebuah realitas, kenyataan,
fakta-fakta ataupun sejarah. Artifisial
adalah sebuah bahasa yang kosa kata dan tata bahasanya
diciptakan oleh seseorang atau sebuah kelompok kecil. Interpretative adalah bersifat adanya kesan,
pendapat, dan pandangan yang berhubungan dengan adanya tafsiran.
Seorang sastrawan memperlakukan kenyataan yang digunakan
sebagai bahan mentah karya sastranya dengan cara meniru, memperbaiki, menambah,
atau menggabungkan kenyataan yang ada untuk dimasukkan ke dalam karya
sastranya. Selain itu, kenyataan yang ada telah
diinterpretasikan terlebih dahulu berdasarkan pandangan diri sastrawan itu
sebelum dijadikan karya sastra.
Kita pernah dikejutkan dengan berita kematian
Marsinah. Buruh pabrik arloji yang dibunuh dengan sadis. Kenyataan ini
dimanipulasi dan ditafsirkan kembali oleh Sapardi Djoko Damono dalam bentuk
puisi.
Kita juga bisa melihat bagaimana Mochtar Lubis
memanfaatkan kenyataan yang dialaminya
saat ia melihat kuli kontrak yang dicambuk. Kenyataan ini ditulisnya
dalam cerpen “Kuli Kontrak”.
Kadar kenyataan dalam karya sastra
berbeda-beda untuk setiap jenis karya
sastra. Untuk karya sastra yang bersifat biografis, otobiografis, historis,
atau catatan perjalanan, kadar kenyataan
yang ada di dalamnya
lebih dominan. Bahkan, pengarangnya pun kadang-kadang mengakui kenyataan
yang di ceritakan dalam karyanya, misalnya cerpen “Sepuncuk Surat Nyasar” oleh
Ninik Sp. Saiman (Pemenang III Sayembara Mengarang Cerpen Gadis 1986).
Dalam karya sastra lain, terutama karya sastra
kotemporer, karya sastra absurd, karya sastra sufi, kenyataan hanya dugunakan
sebagai latar, bahan mentah, atau digunakan sebagai pemicu lahirnya karya
sastra. Karya semacam ini lebih dominan imajinasi sastrawannya.
Bahan yang sama, bisa diolah dan ditanggapi
secara berbeda oleh beberapa sastrawan. Bahkan, dengan judul yang sama, uraian
karya sastranya bisa berbeda. Indonesia adalah negri yang indah, subur, serta kaya akan tambang
dan mineral. Puisi
Muhammad Yamin, di dalam
puisinya, selain menceritakan
keindahan Indonesia, tetapi berisi juga harapan pemuda-pemudi masa itu akan munculnya
masa kejayaan pada tanah airnya.
2.3 Sastrawan
dan Panca Indra
Dalam Pradopo
(1987: 81) memaparkan gambaran-gambaran angan itu ada bermacam-macam,
dihasilkan oleh indera penglihatan, pendengaran, perabaan, pencecapan, dan
penciuman. Bahkan juga diciptakan oleh pemikiran dan gerakan. Di bawah ini jenis-jenis citraan atau imaji
yaitu sebagai berikut:
a. Citra Penglihatan (visual imagery)
Citra
penglihatan adalah jenis yang paling sering dipergunakan oleh penyair
dibandingkan dengan citraan yang lain. Citra penglihatan memberi rangsangan
kepada indera penglihatan, sehingga
sering hal-hal yang tak terlihat menjadi
seolah-olah terlihat.
b. Citra Pendengaran (auditory imagery)
Citra
pendengeran yaitu citraan itu dihasilkan dengan menyebutkan atau menguraikan
bunyi suara (Altenbernd dalam Pradopo, 1987: 82). Citraan pendengaran adalah
citraan yang dihasilkan dengan menyebutkan atau menguraikan bunyi suara. Citraan pendengaran berhubungan dengan kesan dan gambaran yang diperoleh melalui
indera pendengaran (telinga). Contohnya camar bernyanyi, suara gemuruh dalam kelam.
c. Citra Perabaan (tactile imagery)
Citraan
perabaan adalah citraan yang dapat dirasakan oleh indera peraba (kulit). Pada
saat membacakan atau mendengarkan larik-larik puisi, kita dapat menemukan diksi
yang dapat dirasakan kulit, misalnya dingin, panas, lembut, kasar, dan
sebagainya.
d. Citra Pencecapan (gustatory)
Citraan
pencecapan adalah citraan yang berhubungan dengan kesan atau gambaran yang
dihasilkan oleh indera pengecap. Pembaca seolah-olah
mencicipi sesuatu yang menimbulkan rasa tertentu, pahit, manis, asin, pedas, enak, nikmat, dan lain-lain.
mencicipi sesuatu yang menimbulkan rasa tertentu, pahit, manis, asin, pedas, enak, nikmat, dan lain-lain.
e. Citra Penciuman (olfactory)
Citraan
penciuman adalah citraan yang berhubungan dengan kesan atau gambaran yang
dihasilkan oleh indera penciuman. Citraan ini tampak saat kita membaca atau
mendengar kata-kata tertentu, kita seperti mencium sesuatu.
f. Citra Gerak
Citraan
gerak, yaitu citraan yang secara konkret tidak bergerak, tetapi secara abstrak
objek tersebut bergerak.
g. Citra Perasaan
Citraan
perasaan, yaitu citraan yang melibatkan hati (perasaan). Citraan ini membantu
kita dalam menghayati suatu objek atau kejadian yang melibatkan perasaan.
Apa yang disampaikan sastrawan tidak bisa lepas
dari apa yang telah dilihat, didengar, diraba, dicium, dan dirasakan. Berikut
ini akan diberikan sedikit ilustrasi tentang hubungan sastrawan dengan apa yang
telah diindranya.
Banyak
sastrawan yang memasukkan hasil pengamatannya ke dalam karya sastra. Misalnya
A.A Navis mendapatkan ide untuk menulis novel Kemarau setelah ia melihat film
Naked Island. Ide cerpen “Angin dari Gunung” timbul ketika dia bertemu dengan
laki-laki yang tangannya buntung akibat perang kemerdakaan. Wildan Yatim juga
banyak mengangkat hasil penglihatannya ke dalam karya sastranya. Cerpennya
“Berakhir di Jakarta” temanya timbul setelah dia menjenguk seorang kawan
sekampungnya dari Sumatera Barat yang mengidap kanker payudara.
Selain
dari kegiatan membaca, apa yang dituangkan sastrawan dalam karya sastranya juga
bisa berasal
dari pendengarannya. Ide cerpen “Robohnya Surau Kami” muncul ketika A.A Navis
mendengar cerita M. Syafei kepada bosnya tentang orang Indonesia yang masuk
neraka karena malasnya. Hasil dari apa yang didengar sastrawan yang dituangkan
dalam puisinya, bisa menghasilkan kata-kata konkret dan menimbulkan imaji
pendengaran. Hal ini bisa dilihat pada puisi Wahyudi S. berikut.
KERJA
Bangun
jam empat pagi
Tidak
ada suara di luar rumah
Hanya
tetes air dari kran yang bocor di atas tempat cucian
Menghitung
mendetik-detik
Tapi mengapa aku mendengar ramai orang
menagih kerja yang belum selesai
Sastrawan juga bisa menuangkan hasil
penciumannya di dalam karya sastranya. Perhatikan contoh puisi Wahyudi S. di
bawah ini yang menimbulkan imaji penciuman.
AWAL APRIL
Hujan mulai enggan turun
membersihkan debu-debu rumah kotaku
Luka banjir yang kemarin belum lagi
sembuh
Deru kemarau sudah tercium baunya
meski masih jauh
Apakah embun pagi perlahan
meninggalkan ujung-ujung daun
Sedang yang kemarin tidak mungkin
aku saksikan kembali
Basah di kaki oleh rumput pekarangan
sudah hilang jejaknya
Semoga saja sumur dan mata air tetap
mengalir
Apa yang dilihat sastrawan tidak hanya terbatas
pada dunia
di sekelilingnya atau peristiwa yang dilihatnya. Sastrawan bisa mendapat ide
dari membaca, baik membaca bebas maupun membaca karya sastra orang lain. Bahan
karangan yang diperoleh sastrawan dari membaca karya sastra orang lain itu bisa
berupa kata, beberapa
kata, satu kalimat, judulnya, dan isi ceritanya. Itulah sebabnya, di dalam
karya sastra seorang sastrawan, sering terdapat kutipan, kalimat, atau
kata-kata dari karya orang lain. Bisa juga terjadi karena seorang sastrawan
yang tidak puas terhadap karya yang dibacanya. Hampir semua sastrawan suka
membaca sebelum mereka menjadi sastrawan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Sastrawan adalah orang-orang yang menghasilkan karya sastra seperti
novel, puisi, sajak, naskah sandiwara dan lain-lain. Oleh karena itu, penyair,
penulis, pujangga serta profesi-profesi terkait lainnya, bisa dikelompokkan
sebagai sastrawan.
Sastrawan menyampaikan ide dan gagasan-nya yang berupa karya sastra
kepada pembaca atau pendengarnya. Karya sastra tersebut tercipta berkat ide
yang didapatkan dari alam semesta. Sastrawan akan menyampaikan apa yang
berhasil diindra, ditanggapi, diingat, dan difantasikannya melalui bahasa. Apa
yang disampaikan sastrawan tidak bisa lepas dari apa yang telah dilihat,
didengar, diraba, dicium, dan dirasakan.
Dalam membuat karya sastra, seorang sastrawan tidak hanya terbatas
pada melihat dunia di sekelilingnya atau
peristiwa yang dilihatnya. Sastrawan bisa mendapat ide dari membaca, baik
membaca bebas maupun membaca karya sastra orang lain.
3.2
Saran
Semoga setelah membahas materi ini, kita bisa untuk mencoba
berkarya dengan memanfaatkan apa yang kita miliki, yaitu panca indera. Karena
melalui panca indera, kita bisa melihat,
mencium, mendengar, mengecap, dan merasakan apa yang terjadi di sekitar
alam semesta ini, atau di lingkungan sekitar kita untuk dijadikan sebagai bahan
pembuatan karya sastra.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment