contoh makalah konsep kewarganegaraan
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan berkah dan karunia-Nya, hingga kami dapat menyelesaikan
tugas makalah yang berjudul “Konsep
Kewarganegaraan”.
Makalah
ini disusun dengan tujuan untuk membantu mahasiswa dalam mempelajari mata
kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
Kami
menyadari bahwa penyusunan makalah ini belum sempurna, baik dari segi isi,
metode, serta kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan
untuk perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.
Wassalamualaikum wr.wb
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR ...................................................................... i
DAFTAR
ISI..................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penulisan...................................... I-1
1.2. Rumusan Masalah
Penulisan................................. I-1
1.3. Tujuan
Penulisan.................................................... I-2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Dasar
Teori............................................................. II-3
2.2. Konsep Kewarganegaraan di
Indonesia................. II-5
2.3. Konsep Warga
Negara dan Kewarganegaraan....... II-7
2.4. Masalah Kewarganegaraan..................................... II-13
BAB III PENUTUP
3.1. Simpulan................................................................. III-15
3.2. Saran ...................................................................... III-15
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penulisan
Sebagai
warga negara dan masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak
dan kewajiban yang sama, yang pokok adalah bahwa setiap orang haruslah terjamin
haknya untuk mendapatkan status kewarganegaraan, sehingga terhindar dari
kemungkinan menjadi ‘stateless’ atau tidak berkewarganegaraan. Tetapi pada
saat yang bersamaan, setiap negara tidak boleh membiarkan seseorang memilki dua
status kewarganegaraan sekaligus. Itulah sebabnya diperlukan perjanjian
kewarganegaraan antara negara-negara modern untuk menghindari status
dwi-kewarganegaraan tersebut. Indonesia sebagai negara yang pada dasarnya
menganut prinsip ‘ius sanguinis’, mengatur kemungkinan warganya untuk
mendapatkan status kewarganegaraan melalui prinsip kelahiran.
1.2. Rumusan Masalah Penulisan
Makalah
ini disusun dengan maksud antara lain memberikan gambaran atau pengertian
tentang kewarganegaraan dan kedudukan warga negara di Indonesia, yang mana
keduanya merupakan dasar bagi kita seorang warga negara, agar mengetahui
batasan-batasan kewarganegaraan dan memperoleh hak dan kewajiban seorang warga
negara, yang diharapkan akan menentukan langkah-langkah kita dalam upaya bela negara.
Makalah ini akan membahas beberapa permasalahan, antara lain:
1. Pengertian Kewarganegaraan
2. Syarat Menjadi Warga Indonesia
3. Kedudukan Warga Negara di Negara Indonesia
4. Persamaan Kedudukan Warga Negara
5. Masalah Kewarganegaraan
Makalah ini akan membahas beberapa permasalahan, antara lain:
1. Pengertian Kewarganegaraan
2. Syarat Menjadi Warga Indonesia
3. Kedudukan Warga Negara di Negara Indonesia
4. Persamaan Kedudukan Warga Negara
5. Masalah Kewarganegaraan
1.4.
Tujuan Penulisan
1. Memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
2. Menambah pengetahuan tentang Pendidikan Kewarganegaraan.
3. Membahas secara sederhana peranan warga negara
2. Menambah pengetahuan tentang Pendidikan Kewarganegaraan.
3. Membahas secara sederhana peranan warga negara
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Dasar Teori
2.1.1.
Pengertian Kewarganegaraan
Kewarganegaraan
ialah keanggotaan seseorang dalam kontrol satuan politik tertentu (secara
khusus ialah negara) yang dengannya akan membawa hak untuk berpartisipasi dalam
kegiatan politik. Seseorang dengan memiliki keanggotaan yang
sedemikian ialah disebut warga negara. Seorang warga negara berhak untuk memiliki paspor dari negara yang dianggotainya.
Kewarganegaraan ialah bagian dari
konsep kewargaan ( dalam bahasa Inggris ialah citizenship). Di dalam
pengertian tersebut , warga suatu kota ataupun kabupaten ialah disebut
sebagai warga kota atau warga kabupaten, dikarenakan keduanya juga merupakan
satuan politik. Dalam suatu otonomi daerah, kewargaan ini akan menjadi penting,
sebab masing-masing satuan politik akan memberikan hak (biasanya sosial)
yang berbeda-beda bagi warganya.
Kewarganegaraan
memiliki kemiripan dengan kebangsaan (bahasa Inggris ialah nationality). Yang
membedakan ialah hak-hak untuk dapat aktif dalam perpolitikan. Ada kemungkinan
untuk memiliki kebangsaan tanpa menjadi seorang warga negara (contoh, secara hukum merupakan subjek
suatu negara dan berhak atas perlindungan tanpa memiliki hak berpartisipasi
dalam politik). Juga dimungkinkan untuk memiliki hak politik tanpa menjadi
anggota bangsa dari suatu negara.
Di
bawah teori kontrak sosial,
status kewarganegaraan memiliki implikasi hak dan kewajiban. Dalam filosofi
"kewarganegaraan aktif", seorang warga negara disyaratkan untuk
menyumbangkan kemampuannya bagi perbaikan komunitas melalui partisipasi
ekonomi, layanan publik, kerja sukarela, dan berbagai kegiatan serupa untuk memperbaiki
penghidupan masyarakatnya. Dari dasar pemikiran ini muncul mata pelajaran
Kewarganegaraan (bahasa Inggris: Civics)
yang diberikan di sekolah-sekolah.
1) Daryono
Kewarganegaraan ialah isi pokok yang mencakup hak
serta kewajiban warga negara. Kewarganegaraan adalah keanggotaan
seseorang didalam satuan politik tertentu (secara khusus ialah negara )
yang dengannya akan membawa hak untuk dapat berpartisipasi dalam kegiatan
politik. Seseorang dengan keanggotaan yang demikian ialah
disebut dengan warga negara.
2)
Wolhoff
Kewarganegaraan
adalah keanggotaan suatu bangsa tertentu yakni ialah sejumlah manusia yang
terikat dengan yang lainnya dikarenakan kesatuan bahasa kehidupan sosial budaya
serta kesadaran nasionalnya. Kewarganegaraan pun memiliki kemiripan
dengan kebangsaan yang membedakan ialah hak-hak untuk aktif dalam perpolitikan.
3)
Graham Murdock ( 1994 )
Kewarganegaraan adalah hak untuk
dapat berpartisipasi secara utuh dalam berbagai pola struktur sosial , politik serta kehidupan
kultural serta untuk dapat membantu menciptakan bentuk-bentuk yang selanjutnya
dengan begitu maka memperbesar ide-ide.
4)
R. Parman
Kewarganegaraan adalah suatu hal-hal
yang saling berhubungan dengan penduduk dalam suatu bangsa.
5)
Soemantri
Kewarganegaraan adalah sesuatu yang
saling berhubungan dengan manusia sebagai individu dalam suatu perkumpulan yang
terorganisir dalam suatu hubungan dengan negara.
6) Mr. Wiyanto Dwijo Hardjono, S.Pd.
Kewarganegaraan
adalah keanggotaan seseorang dalam satuan politik tertentu (secara
khusus ialah negara) yang dengannya membawa hak untuk dapat
berprestasi dalam kegiatan-kegiatan politik.
7) Stanley E. Ptnord dan Etner F.Peliger
Kewarganegaraan adalah studi yang
berhubungan dengan tugas-tugas pemerintahan serta hak-kewajiban warga
negara.
2.2. Konsep Kewarganegaraan di
Indonesia
Bangsa Indonesia
adalah bangsa yang besar dan terbuka sejak ratusan tahun silam. Rempah-rempah Nusantara
telah diperdagangkan hingga ke Kaisaran Romawi lebih dari 2500 tahun silam
melalui perantara pedagang Gujarat dan Persia. Kepulauan Nusantara telah
menjadi jalur penting perdagangan Internasional sejak dulu kala. Karenanya,
zaman keemasan Indonesia, justru terjadi pada abad ke-13, dengan
keberhasilan Majapahit mendapatkan pengakuan kedaulatan atas konsep
“Nusantara,” yang mendasari bentuk NKRI sekarang ini. Yang menakjubkan
dari perjalanan sejarah Kepulauan terbesar di dunia ini adalah konsep warga negara dan negara juga telah lahir
sejak zaman itu, dengan diadopsinya kata Nagari (Bahasa
Sansekerta) sebagai negara kota, dan warga yang berarti grup, divisi,
atau kelas. Artinya,
konsep ini tidak diadopsi
dari kebudayaan kolonial semata, kendati konsep dasar antara citizen dan warga
negara adalah serupa. Berdasar pada perjalanan sejarah ini, sudah
seharusnya Indonesia mampu mengembangkan konsep Kewarganegaraanya setingkat
lebih maju. Kemajuan ini ditandai dengan adanya keterlibatan menyeluruh warga negara
Indonesia dalam aspek politik, ekonomi dan sosial. Namun, penjajahan
telah memengaruhi arah perkembangan konsep kewarganegaraan di Indonesia menjadi
tertutup dan protektif, terlebih ketika dunia memasuki perang dingin. Indonesia
yang multietnispun merasa terancam dengan keberadaan para etnis China yang dijamin
hak Kewarganegaraannya oleh Mao Tze Dong, dengan pernyataan terkenal nya “
setiap orang China di muka bumi ini adalah warga negara China”. Kita pun memahami apa yang
terjadi pada etnis ini di Indonesia, hingga gelombang perubahan Internasional
terjadi lagi paska perang dingin (1991-2000) yang menghantam Indonesia dengan
keras, krisis ekonomi, lepasnya Timor-Timur, dan tentunya pergantian rezim.
Paska Perang Dingin menandai era keterbukaan dan penghargaan terhadap Hak Asasi
Manusia (HAM).
Setiap bangsa yang
tidak menjungjung HAM, akan dikucilkan di dunia Internasional. Indonesia
pun mengambil inisiatif serupa dengan memasukkan pasal HAM dalam konstitusinya.
Akan tetapi, konsep kewarganegaraan sebagai salah satu dimensi hukum yang
menjamin tegaknya HAM, tidak mengalami perkembangan berarti (pasal 26 UUD 1945
). Logikanya,
HAM menjadi milik hakiki setiap manusia. Namun, penegakkannya membutuhkan
sistem yang berlaku baik secara lokal maupun global.
Dalam tataran lokal
ataupun nasional, perangkat hukum yang mengatur hubungan antara warga negara
dan negaralah yang diharapkan mampu melindunginya. Di Indonesia, hal ini belum
menyeluruh yang bisa di lihat melalui pengaturan hak dan kewajiban warga negara
dalam memenuhi fungsi ekonomi dan sosial ( misal Undang-Undang Pokok Agraria
1964 yang membatasi kepemilikan tanah dan bangunan bagi warga negara Indonesia
yang menikah dengan orang asing, Undang-Undang tentang Keimigrasian 7/2011,
tentang tata cara kehilangan kewarganegaraan secara tidak sukarela. Apabila
asas kehilangan tidak rela ini dibatasi atau ditiadakan (yang artinya setiap
WNI tidak bisa kehilangan kewarganegaraan Indonesianya), maka para WNI terlebih
para migran, akan lebih leluasa untuk memberi kontribusi pada pembangunan
Indonesia.
Dalam tataran
global, Indonesia seharusnya lebih aktif dalam meningkatkan wibawa hukum
nasional dengan menjadi bagian dari perjanjian hukum
Internasional.
Sejauh ini, Indonesia belum menjadi anggota dari beberapa perjanjian hukum
Internasional yang vital bagi penegakkan HAM.
2.3. Konsep Warga Negara dan
Kewarganegaraan
Mengkaji tentang kedudukan warga Negara dalam berbagai aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara hendaknya dipahami terlebih dahulu
beberapa konsep yang terkait dengan hal tersebut, antara lain warga negara,
orang asing, rakyat, penduduk, dan kewarganegaraan.
2.3.1
Warga Negara
Warga negara menempati posisi strategis dan vital dalam organisasi negara,
karena merupakan salah satu unsur yang sangat menentukan sendi-sendi bangunan suatu
negara, selain unsur negara yang lain (wilayah, pemerintah dan kedaulatan).
Dengan kata lain tegak dan kuatnya suatu negara ditentukan warga negaranya.
Sebagai salah satu unsur negara, harus adanya kejelasan status seorang
warga negara. Seseorang yang tidak jelas kedudukan kewarganegaraannya dalam
suatu negara, bukan saja
menyulitkan negara dalam memberikan perlindungan kepada mereka. Akan tetapi,
hal itu juga dapat merugikan bagi orang-orang yang ada di lingkup kekuasaan
hukum itu sendiri.
Istilah warga negara, secara historis mulai digunakan dalam sidang-sidang
Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), pada waktu
membicarakan rancangan peraturan untuk mendirikan negara Indonesia merdeka
antara 10-17 juli 1945, selanjutnya istilah itu menjadi perbendaharaan bangsa,
yang digunakan secara resmi dalam UUD 1945 untuk menyatakan orang-orang sebagai
pendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Istilah warga negara berawal dari kata warga yang diartikan dengan anggota.
Warga negara bisa diartikan sebagai anggota dari negara atau anggota dari suatu
organisasi kekuasaan negara. Warga negara bisa juga diartikan setiap orang
menurut Undang-Undang termasuk warga negara, warga negara ini bisa orang-orang
asli dan bisa orang-orang bangsa lain yang memenuhi persyaratan berdasarkan
Undang-Undang kewarganegaraan.
Secara konstitusional, konsep warga
Negara itu telah jelas dalam UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945. Dalam
Pasal 26 Ayat (1) dijelaskan bahwa “warga negara ialah orang-orang bangsa
Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga
negara.” Penyebutan orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang
bangsa lain pada pernyataan di atas ditindak lanjuti dengan penyusunan Undang-Undang yang mengatur lebih
lanjut tentang pasal tadi. Undang-Undang yang dimaksud adalah UU. No 12 Tahun
2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Menurut Undang-Undang tersebut, yang disebut warga negara adalah warga
suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan, sedangkan
yang dimaksud dengan warga negara Indonesia adalah setiap orang yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan atau berdasarkan perjanjian
Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum undang-undang ini
berlaku (UU No.12 /2006) sudah menjadi warga negara Indonesia.
2.3.2 Orang Asing
Konsep orang asing memiliki perbedaan dengan konsep warga negara. Negara
manapun akan membedakan antara warga negara dan orang asing. Apabila orang asing itu bertempat tinggal tetap maka dia disebut penduduk
asing. Bagi orang asing apabila hendak masuk kewilayah suatu negara harus minta
izin terlebih dahulu kepada pemerintah negara yang bersangkutan, terlebih lagi
jika ia bertempat tinggal menetap di wilayah suatu negara. Berdasarkan
tujuannya, orang asing yang masuk ke wilayah suatu negara dapat dibedakan
menjadi dua macam. Mereka yang masuk bertujuan untuk bertempat tinggal tetap (imigran)
dan mereka yang datang hanya bertempat tinggal sementara (non-imigran).
Perbedaan yang paling menonjol pada warga negara dan orang asing dilihat
pada hak-hak dan kewajibannya. Orang asing tidak diperkenankan untuk turut serta dalam kegiatan
politik di negara yang ditempatinya. Demikian pula apabila ia akan berusaha
dalam bidang ekonomi, diharuskan untuk memperoleh izin terlebih dahulu oleh
pemerintah yang bersangkutan. Terlebih lagi, kalau orang asing tersebut
melakukan kejahatan, maka ia dapat diserahkan (ekstradisi) kepada negara
yang memintanya.
Berdasarkan uraian di atas, ditarik kesimpulan bahwa siapa saja yang bukan
warga negara Indonesia, berarti dia orang asing. Atau dalam perkataan lain orang
asing adalah bukan warga negara Indonesia. Penetapan ini penting karena
berkaitan dengan hukum publik, terutama hukum tata negara yang berperan untuk
menetukan hak-hak dan kewajiban mereka. Misalnya hak pilih aktif maupun pasif,
hak di lapangan publik, hak menjabat pegawai negeri,
tentara, polisi, atau anggota partai politik. Akan tetapi bagi warga negara dan
orang-orang asing akan tetap memperoleh hak asasinya.
2.3.3 Rakyat
Rakyat atau
penghuni suatu negara adalah semua orang yang ada dalam wilayah suatu negara
yang berada dalam lingkup kekuasaan negara yang bersangkutan. Dengan kata lain,
rakyat adalah keseluruhan manusia yang ada dalam wilayah suatu negara dan yang
dikenai kekuasaan secara langsung oleh berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh
pemerintah negara.
J.J Rosseau mengemukakan beberapa istilah yang ada
hubungannya dengan masyarakat manusia yang berada dalam wilayah suatu negara.
Istilah-istilah yang dimaksud :
1) Peuple, ditinjau daru
keseluruhan anggota masyarakat suatu negara, atau biasa kita sebut dengan
rakyat.
2) Citoyen adalah keseluruhan anggota masyarakat dengan negara dilihat
dari segi aktivitasnya dalam menjalankan kedaulatan (kekuasaan tertinggi) dalam
suatu negara atau biasa disebut warga negara.
3) Sujet, dilihat dari
sudut pasifnya sebagai pendukukung atau yang terkena oleh peraturan perundang-undangan,
atau yang biasa disebut dengan kawula negara (orang yang tunduk pada kekuasaan negara).
Perlu dikemukakan, bahwa pada zaman Hindia Belanda tidak ada istilah
kewarganegaraan Indonesia, melainkan adalah kekawulaan Belanda. Dengan demikian
di Indonesia pada waktu itu, terdapat pengertian orang asing dan kawula Belanda
(Prodjodikoro, 1976); berkaitan denga itu, maka
penggolongan rakyat dapat dikelompokkan menjadi Nederlands
ordernan-Nederlander atau kawula Belanda, yang
terdiri dari orang-orang Belanda, Nederlands ordernand-niet
Nederlander van inheemsche oorsprong atau kawula Belanda yang
terdiri dari bukan orang-orang Belanda melainkan orang Indonesia
asli, Nederlands ordenaan-niet Nederlander van iithemsche
oosprong atau kawula Belanda yang bukan orang-orang Belanda dan
orang-orang Timur asing seperti Cina, Arab, India dan lain-lain.
2.3.4 Penduduk
Istilah lain yang harus dibedakan dengan warga negara adalah penduduk. Tiap
warga negara yang ada di dalam wilayah suatu negara termasuk penduduk negara. Tegasnya, penduduk
adalah mereka yang memang berdomisili atau bertempat tinggal di Indonesia.
Itulah sebabnya, penduduk bisa menjangkau cakupan penduduk warga negara dan
penduduk bukan warga negara.
Pada umumnya penduduk warga negara Indonesia berstatus sebagai penduduk
jika mereka bertempat tinggal di wilayah Indonesia. Sementara orang asing berstatus bukan penduduk, jika
mereka masuk ke wilayah
Indonesia hanya
untuk keperluan tinggal sementara. Para turis yang datang hanya sementara,
ahli-ahli dari luar negeri yang tinggal dan tidak bekerja secara tidak tetap di
Indonesia, termasuk dalam pengertian ini.
Namun demikian ada orang asing yang berstatus sebagai penduduk. Mereka ini
adalah yang telah memenuhi persyaratan untuk masuk dan bertempat tinggal di suatu negara. Selain itu, ada pula warga negara Indonesia yang berstatus
bukan penduduk Indonesia. Hal ini terjadi karena mereka berdomisili untuk
sementara di negara lain,
seperti yang dialami oleh pegawai kedutaan Indonesia di luar negeri TKI di negara
lain. Hal tersebut sesuai dengan pengertian penduduk ialah warga negara
Indonesia dan warga negara asing yang bertempat tinggal di negara Indonesia
Pasal 26 Ayat 2 UUD 1945.
Menurut ketentuan Pasal 163 Ayat
1 Indische Statstregeling (IS) penduduk Indonesia dibedakan menjadi 3
golongan, yaitu :
·
Golongan Eropa yaitu
orang-orang yang hidup atau pergaulannya dalam masyarakat dikenai oleh hukum
Eropa. Termasuk golongn ini adalah orang-orang Belanda namun berasal dari
Eropa, orang-orang Jepang, orang-orang yang tidak berasal dari Eropa, namun di
negaranya menganut hukum kekeluargaan yang sifat dan coraknya sama denga
Belanda.
·
Golongan
Bumiputera adalah semua orang asli Indonesia.
·
Golongan Timur
Asing adalah semua orang bukan Eropa dan bukan orang Bumiputera, seperti
orang-orang Tionghoa, Arab, India, Pakistan dan lain-lain.
2.3.5 Kewarganegaraan
Bagi suatu negara, pola hubungan hukum antar warga negara dengan negara
tidak dinyatakan dalam bahasa yang sama. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan-perbedaan dalam latar belakang sejarah dan budaya serta cita-cita hukum
dari suatu negara dalam menyikapi warga negara. Secara terminologis, istilah
kewarganegaraan (citizenship), berbeda dengan ilmu
kewarganegaraan (civics) dan pendidikan kewarganegaraan (civic
education). Perbedaan antara ketiga istilah itu, terletak pada subtansi
garapannya. Kewarganegaraan lebih ditekankan pada persoalan status seseorang
sebagai warga negara dan dengan kejelasan status itu orang akan memiliki hak
dan kewajiban yang jelas pula dalam kehidupan negaranya. Berdasarkan pasal 1
Ayat 2 Undang-undang No. 12 Tahun 2006 “Kewarganegaraan adalah segala hal
ikhwal yang berhubungan dengan warga negara”.
Dalam kewarganegaraan tercipta ikatan antara individu dan negara. Individu
secara politis dan yuridis merupakan anggota penuh dari negara dan berkewajiban
untuk setia kepada negara. Sebaliknya negara berkewajiban melindungi warga
negaranya. Akibatnya terjadilah suatu ikatan antara individu dengan negara.
Individu merupakan anggota penuh secara politik dalam negara dan berkewajiban
untuk tetap setia kepada negara (permanence of alligient)
sedangkan negara berkewajiban untuk melindungi individu-individu tersebut di manapun mereka berada. Dengan mepertimbangkan subtansi yang melatar
belakangi hubungan antara negara dengan warga negara, pengertian
kewarganegaraan dapat ditinjau dalam beberapa makna, baik bersifat yuridis,
sosiologis, formal maupun material.
Secara yuridis, orang yang ingin menjadi warga
negara suatu negara, harus melakukan tindakan-tindakan hukum agar mereka bisa
diterima sebagai warga negara. Tindakan yuridis yang dimaksud berupa pemenuhan
yang dipersyaratkan oleh ketentuan perundang-undangan. Dalam pola “naturalisasi” misalnya, orang-orang bangsa lain yang ingin menjadi Warga Negara
Indonesia (WNI) harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang
kewarganegaraan Indonesia. Dalam pengertian yuridis, kewarganegaraan
menunjukkan adanya
ikatan hukum antara warga negara dengan negara dan tanda adanya ikatan
tersebut dapat dilihat dari bentuk pernyataan tegas dari seorang individu
menjadi warga negara. Dalam bentuk konkretnya pernyataan tersebut dinyatakan
dalam bentuk surat-surat, baik keterangan maupun keputusan yang digunakan
sebagai bukti adanya keanggotaan dalam negara itu.
Dalam arti sosiologis, seseorang yang ingin menjadi warga negara
suatu negara tidak perlu melakukan tindakan yuridis, akan tetapi negara secara
otomatis mengakui seseorang sebagai warga negaranya. Pertimbangan yang
dilakukan adalah bersifat sosiologis, misalnya karena adanya ikatan perasaan
keturunan, kebersamaan sejarah, kesatuan daerah/wilayah atau bahkan penghayatan
budaya yang tumbuh dan berkembang dalam komunitas tempat tinggal mereka. Dengan
pertimbangan sosiologis, mengharuskan suatu negara untuk memasukkan dan
mengakui seseorang sebagai warga negaranya. Kewarganegaraan dalam arti
sosiologis, seorang dapat dipandang oleh negara sebagai warga negaranya oleh
karena dari sudut pandang penghayatan kebudayaan tingkah laku maupun cara
hidupnya sudah merupakan orang yang seharusnya menjadi anggota negara tersebut.
2.4. Masalah
Kewarganegaraan
Masalah kewarganegaraan di sini
meliputi :
·
Apatride
Apatride adalah adanya seorang penduduk yang sama sekali tidak mempunyai
kewarganegaraan.
Contohnya : Anda warga negara A (ius soli) lahir di negara B (ius sanguinus) maka Anda tidaklah menjadi warga negara A dan juga Anda tidak dapat menjadi warga negara B. Dengan demikian Anda tidak mempunyai warga negara sama sekali.
Contohnya : Anda warga negara A (ius soli) lahir di negara B (ius sanguinus) maka Anda tidaklah menjadi warga negara A dan juga Anda tidak dapat menjadi warga negara B. Dengan demikian Anda tidak mempunyai warga negara sama sekali.
·
Bipatride
Bipatride adalah seorang penduduk yang mempunyai dua kewarganegaraan
sekaligus (kewarganegaraan rangkap).
Contohnya : Anda keturunan bangsa B (ius sanguinus) lahir di bangsa B maka Anda dianggap sebagai warga negara B akan tetapi negara A juga menganggap warga negaranya karena berdasarkan tempat lahir Anda.
Contohnya : Anda keturunan bangsa B (ius sanguinus) lahir di bangsa B maka Anda dianggap sebagai warga negara B akan tetapi negara A juga menganggap warga negaranya karena berdasarkan tempat lahir Anda.
Untuk memahami masalah kewarganegaraan baik apatride maupun bipatride, maka
perlu juga dikaji tentang dua asas kewarganegaraan yaitu asas ius soli dan ius
sanguinus. Mengapa demikian? Karena negara yang menerapkan ius soli maupun ius
sanguinus akan menimbulkan apatride dan bipatride.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
1.
Kewarganegaraan
dalam arti formal, menyangkut tempat kewarganegaraan itu
dalam sistematika hukum nasional. Pengujiannya terletak pada persoalan, apakah
konsep kewarganegaraan dicantumkan secara eksplisit dalam ketentuan hukum
nasional, yang sistematika intinya ada di dalam UUD. Pengaturan atau
pencantuman seperangkat hak dan kewajiban warga negara dalam UUD, memberikan
bukti bahwa negara sebenarnya mengakui eksistensi formal warga negara dan ini
sebuah indikator kesediaan bagi negara untuk menjalin hubungan dengan warganya.
2.
Kewarganegaraan
dalam arti material, terkait dengan permasalahan materi
apakah yang digunakan apabila negara ingin mengadakan hubungan dengan warga
negaranya. Materi yang digunakan dalam hubungan ini tidak hanya berkisar pada
hak dan kewajiban warga untuk negaranya saja, tetapi hak dan kewajiban negara
untuk warganya. Proses dialogis antara hak dan kewajiban warga negara dengan
hak dan kewajiban negara akan memberikan wacana apakah hubungan itu berlangsung
secara harmonis, demokratis dan adil. Selain itu, kewarganegaraan dalam arti
material juga menyangkut akibat hukum, apakah hak-hak dan kewajiban-kewajiban
yang konkret terhadap seseorang yang timbul dari kewarganegaraan itu. Dengan
kata lain apakah perbedaan yang timbul dari ikatan hukum antara kedudukan seorang
warga negara dengan orang asing.
3.2
Saran
Semoga
ke depannya kami sebagai pemakalah lebih baik lagi dalam proses penulisan,
penyusunan, dan penyampaian materi, agar
peserta diskusi lebih mudah menerima dan memahami materi yang disampaikan.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment