KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberika rahmat dan karuniaNya
kepada kami sehinga kami mendapatkan petunjuk, kekuatan dan kesabaran agar kami
dapat menyelesikan tugas makalah ini dengan judul “SASTRA DAN STUDI SASTRA”
Adapun
pembuatan makalah ini merupakan syarat untuk menambah pengetahuan sastra
indonesia dan melengkapi tugas dalam
proses pembelajaran teori sastra idonesia 1. Dalam penyusunan makalah ini, kami
menyadari masih banyak kekurang dan jauh dari
kesempurnaan. Oleh karna itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dan memdidik untuk perbaikan selanjutnya.
Kami berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembacanya. Terima kasih.
Indramayu, September 2016
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL………………………………………………………………………………........... .i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………....... iii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………..... 1
- Latar Belakang…………………………………………………………………………….... 1
- Rumusan Masalah………………………………………………………………………............. 1
- Tujuan…………………………………………………………………………….......1
- Manfaat……………………………………………………………………………… 2
- Metode……………………………………………………………………………....... 2
BAB
II
LANDASAN TEORI……………………………………………………………………….... 3
- Pengertian Sastra…………………………………………………………………………............. 3
- Sejarah Singkat Sastra Indonesia…………………………………………………….. 4
- Jenis-Jenis Karya Sastra Indonesia………………………………………………….. 6
BAB III PEMBAHASAN…………………………………………………………………………….. 8
- Pentingnya Pembelajaran Sastra…………………………………………………..... 8
- Tujuan Pembelajaran Sastra………………………………………………………..... 9
- Realitas Sastra Indonesia dalam Masyarakat Indonesia Kini ………………............. 10
- Pengajaran Sastra…………………………………………………………………………........... 12
BAB IV PENUTUP…………………………………………………………………………………... 15
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………...... 16
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Belakangan ini sastra dianggap kurang penting dan
kurang berperan dalam masyarakat Indonesia saat ini. Padahal Sastra Indonesia
merupakan unsur bahasa yang terdapat di dalam bahasa Indonesia,
berdasarkan garis besarnya sastra berarti bahasa yang indah atau
tertata dengan baik, dan gaya penyajiannya menarik, sehingga berkesan di hati
pembacanya. Namun sering kali kita tidak mengerti apa yang di maksud dengan
sastra, kebanyakan orang menyamakan antara sastra dan bahasa.
Hal ini terjadi karena masyarakat kita saat ini sedang
mengarah ke masyarakat industri sehingga konsep-konsep yang berkaitan dengan sains,
teknologi, dan kebutuhan fisik dianggap lebih penting dan mendesak untuk
digapai daripada untuk mengetahui konsep-konsep yang berkaitan dengan sastra
dan kesustraan . Makalah ini diharapkan dapat menggugah kembali kesadaran kita
untuk mempelajari dan memahami tetang sastra indonesia dan teori yang ada di
dalam sastra tersebut
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka
permasalahan dalam penelitian ini adalah:
- Bagaimana pentingnya pembelajaran sastra
- Bagaimana realitas Sastra Indonesia dalam masyarakat Indonesia pada masa kini
- Bagaimana pengajaran sastra di lingkup sekolah
- Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini yaitu:
- Mengetahui apa itu sastra
- Mengetahui bagaimana realitas sastra indonesia dalam masyarakat Indonesia pada masa kini
- Mengetahui bagaimana pembelajaran sastra di lingkungan sekolah
- Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat
diperoleh dalam penelitian ini adalah:
- Sebagai bahan referensi untuk bahan pembelajaran bagi mahasiswa dan masyarakat
- Untuk mengetahui bagaimana pandangan masyarakat terhadap sastra
- Memberikan pilihan metode baru bagi pengajar dalam menyampaikan materi.
3.
Metode
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan
metode kajian pustaka, yaitu dengan mempelajari dan mengumpulkan data dan
informasi baik dari buku maupun dari internet.
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Pengertian Sastra
Banyak sekali para ahli yang
mendefinisikan pengertian mengenai sastra, Mursal Ensten mendefinisikan “Sastra
atau Kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif
sebagai manifestasi kehidupan manusia (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai
medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia
(kemanusiaan).” (1978:9). Di sisi lain Semi mengungkapkan “Sastra adalah
suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan
kehidupan menggunakan bahasa sebagai mediumnya.” (1988:8). Panuti Sudjiman
mendefinisikan “Sastra sebagai karya lisan atau tulisan yang memiliki berbagai
ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam bagian isi,
dan ungkapannya.” (1986:68). Plato dan Aristoteles mempunyai definisi
tersendiri mengenai sastra, menurut Plato “Sastra adalah hasil peniruan atau
gambaran dari kenyataan (mimesis). Sebuah karya sastra harus merupakan
peneladanan alam semesta dan sekaligus merupakan model kenyataan. Oleh karena
itu, nilai sastra semakin rendah dan jauh dari dunia ide.” Sastra sebagai
kegiatan lainnya melalui agama, ilmu pengetahuan dan filsafat.” diungkapkan
oleh Aristoteles. Menurut Engleton sendiri (1988:4), sastra yang disebutnya
adalah “Karya tulisan yang halus” (belle letters) adalah karya yang mencatatkan
bentuk bahasa harian dalam berbagai cara dengan bahasa yang dipadatkan,
didalamkan, dibelitkan, dipanjang tipiskan dan diterbitkan, dijadikan ganjil”
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat
didefinisikansastra merupakan suatu bentuk karya seni baik berupa lisan maupun
tulisan yang berisi nilai-nilai dan unsur tertentu lainnya yang bersifat
imaginatif.
2. Sejarah Singkat Sastra Indonesia
Awal Periode Sastra
Bentuk-bentuk karya sastra yang kita lihat dan kita
kenal dimulai dari periode Pujangga Baru yang banyak dipengaruhi oleh sastra
Eropa. Pengaruh itu sangat terasa terutama pada karya-karya Chairil Anwar yang
dianggap kontroversial pada waktu itu.
Kenyataan tersebut makin diperkuat akan pendek jarak
waktu antara angkatan satu dengan angkatan berikutnya. Misalnya ada Angkatan
1966 setelah Angkatan 1945. Sangat pendek, hanya berjarak 11 tahun.
Perkembangan sepesat ini hanya terjadi apabila sastrawan-sastrawan Indonesia
terpengaruh oleh perkembangan sastra dunia.
Dengan demikian, pengertian sastra Indonesia adalah
bentuk pengungkapan gagasan, pikiran, dan pengucapan sastra orang Indonesia,
menggunakan bahasa Indonesia, baik sastra itu dipengaruhi oleh sastra asing
atau tidak.
Perkembangan Sastra Indonesia
Sejarah perkembangan sastra Indonesia dimulai pada
abad ke-20 yang diawali oleh kehadiran karya-karya dari pengarang Balai
Pustaka. Adapun karya-karya yang lahir sebelum periode tersebut digolongkan ke
dalam sastra Melayu. Perkembangan sastra Indonesia secara garis besar terbagi
dalam angkatan-angkatan berikut.
- Angkatan Balai Pustaka (tahun 1920-an)
Pada tahun 1908, kolonial Belanda mendirikan
Komisi Bacaan Rakyat (Commissie de Volkslectur) yang bertugas menyediakan
bahan-bahan bacaan bagi rakyat Indonesia. Pada tahun 1917, nama komisi tersebut
berubah menjadi /Balai Pustaka/. Dengan berdirinya penerbitan tersebut telah
mendorong para penulis Indonesia untuk berkarya.
Nama-nama pengarang dan karyanya pada periode awal ini
adalah sebagai berikut.
- Merari Siregar dengan karya Azab dan Sengsara
- Marah Rusli dengan karya Siti Nurbaya
- Abdul Musi dengan karya Salah Asuhan
- Sutan Takdir Alisyahbana Tak Putus Dirundung Malang, dan lain-lain
Tema ceritapada periode ini berkisar pada peristiwa
sosial, kehidupan adat-istiadat, kehidupan beragama, dan peristiwa kehidupan
masyarakat.Karya waktu itu cenderung berbentuk roman.
- Angkatan Pujangga Baru (1933-1942)
Angkatan ini dipelopori oleh empat serangkai. Yaitu
Sutan Takdir Alisyahbana, Armijn Pane, Sanusi Pane, dan Amir Hamzah.Karya
sastra yang muncul sebagian besar berbentuk sajak, cerpen, novel, roman, dan
drama. Karya padaangkatan ini antara lain sebagai berikut.
- Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisyahbana
- Belenggu karya Armijn Pane
- Katak Hendak Jadi Lembu karya Nur Sura Iskandar, dan lain-lain
- Angkatan 45
Ciri khas karyasastra angkatan 45 lebih bebas, namun
ditekankan pada isinya. Kalimat-kalimatnya pendek dan tidak menggunakan bahasa
yang klise.Isinya pun bersifat realisme.
Pengarang-pengarang yang terkenal pada masa ini antara
lain Idrus,Chairil Anwar, Rosihan Anwar, Usmar Ismail, dan lain-lain. Karya
yang muncul antara lain Atheis, Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma,
danlain-lain.
- Angkatan 66
Angkatan 66 diperkenalkan oleh HB Jassin dalam bukunya
yang berjudulAngkatan 66. Angkatan ini muncul berbarengan dengan adanya
kekacauanpolitik akibat adanya pemberontakan G-30S/PKI.
Karya-karya yang diterbitkan antara lain sebagai
berikut.
- Pagar Kawat Berduri karya Toha Mochtar
- Tirani karya Taufik Ismail
- Hati yang Damai karya N.H. Dini
- Malam Jahanam karya Motinggo Boesje, dan lain-lain.
- Karya Sastra Kontemporer
Karya sastra kontemporer berawal padatahun 1970-an.
Pada waktu itu situasi politik sudah mereda. Situasisosial dan ekonomi mulai
menunjukkan perbaikan sehingga berpengaruhbesar terhadap perkembangan
sektor-sektor kebudayaan.
Kebebasan berekspresi mulai tumbuh dan berkembang sehingga melahirkan berbagai gerakanpembaruan dalam bidang sastra. Gerakan pembaruan dalam bidang sastra ini terutama ditandai oleh munculnya puisi-puisi Sutardji Calzoum Bachri yang mengutamakan bunyi daripada kekuatan maknakata. Sampai saat ini, sastra Indonesia semakin berkembang denganlahirnya pengarang-pengarang muda dan karyanya.
Kebebasan berekspresi mulai tumbuh dan berkembang sehingga melahirkan berbagai gerakanpembaruan dalam bidang sastra. Gerakan pembaruan dalam bidang sastra ini terutama ditandai oleh munculnya puisi-puisi Sutardji Calzoum Bachri yang mengutamakan bunyi daripada kekuatan maknakata. Sampai saat ini, sastra Indonesia semakin berkembang denganlahirnya pengarang-pengarang muda dan karyanya.
- Jenis-Jenis Karya Sastra di Indonesia
Karya sastra di indonesia berdasarkan bentuknya dibagi
menjadi dua macam yaitu prosa dan puisi. Lalu prosa dan puisi ini dibagi lagi
menjadi dua kategori yaitu prosa dan puisi lama dan modern.
Ciri-ciri sastra lama:
- Bersifat statis
- Tema ceritanya istana sentris
- Nama pengarang tidak disebutkan atau disebut juga anonim
- Menggunakan bahasa melayu kuno yang penuh dengan pepatah serta ungkapan yang panjang-panjang dan klise
- Banyak yang berisi hal-hal yang fantastis (Diana Leroy, 2003:45) Contoh sastra lama: fabel, sage, syair, gurindam, dll.
Dalam sastra modern karya sastra tersebut telah
dipengaruhi oleh karya sastra asing sehingga sudah tidak asli lagi. Dan dalam
karya sastra modern pengarang sudah dikenal oleh masyarakat luas, bahasanya
sudah tidak klise dan bersifat dinamis, temanya pun bersifat rasional dan
bersifat modern/tidak kedaerahan. Contoh sastra modern: novel, biografi,
cerpen, drama, dll.
BAB III
PEMBAHASAN
Pengajaran bahasa dan sastra Indonesia di berbagai
jenjang pendidikan sering diaggap kurang penting oleh para guru, apalagi pada
guru yang pengetahuan dan apresiasi sastranya rendah. Hal ini menyebabkan mata
pelajaran yang idealnya menarik dan besar sekali manfaatnya bagi para siswa ini
disajikan hanya sekedar memenuhi tuntutan kurikulum dan cenderung kurang
mendapat tempat di hati siswa. Bila kita kaji secara mendalam, tujuan
pengajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah dimaksudkan untuk menumbuhkan
keterampilan, rasa cinta, dan penghargaan para siswa terhadap bahasa dan sastra
Indonesia sebagai bagian dari budaya warisan leluhur.
Dengan demikian, tugas guru bahasa dan sastra
Indonesia tidak hanya memberi pengetahuan saja, tetapi juga keterampilan dan
menanamkan rasa cinta, baik melalui kegiatan di dalam kelas ataupun di luar
kelas.
- Pentingnya pembelajaran sastra
Dosen Universitas Singapura, Dr. Azhar Ibrahim Alwee
mengatakan, pembelajaran sastra sangat penting dalam pembangunan karena akan
mendorong masyarakat bisa bersikap lebih kritis. Pembelajaran sastra akan
mengacu kepada kesadaran sosial yang kritis, sehingga pembangunan akan menjadi
terarah, kata Azhar, saat menjadi pembicara dalam seminar internasional, di
Palembang.
Seminar internasional bahasa, sastra dan budaya
digelar di Palembang, 1-2 Juni 2010 dilaksanakan Forkibastra Balai Bahasa
Sumsel. Menurut Azhar, makna dari sastra dapat mengarahkan kepada pemberdayaan
yang bukan saja membuat orang menjadi tegas, tetapi juga mampu untuk menghadapi
tantangan di masa mendatang. Identitas manusia harus tegas dan bebas dari
ketergantungan, dan itu bisa didapat dalam pelajaran sastra, ujarnya.
Dia menegaskan bahwa sastra merupakan dokumen
kebudayaan yang tidak boleh dianggap bersaingan dengan politik sekarang ini.
Kebersamaan dalam globalisasi mengundang gagasan multibudaya, dengan
menempatkan identitas politik kelompok masing-masing sebagai hak kemanusiaan,
kata dia lagi. Karena itu, pihaknya mengusulkan kurikulum multibudaya yang dapat
diterapkan dalam pembelajaran sastra. Kesemuanya itu, tidak lain bertujuan
untuk menjadikan pemberdayaan identitas budaya lokal yang ampuh, ujar Azhar.
Dia juga berpendapat, umumnya pembelajaran sastra memerlukan nafas baru,
sehingga perlu melakukan pendekatan dalam pengajaran.
- Tujuan Pembelajaran Sastra
Tujuan umum pembelajaran sastra merupakan bagian dari
tujuan penyelenggaraan pendidikan nasional yaitu mewujudkan suasana dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Tujuan pembelajaran sastra di sekolah terkait pada
tiga tujuan khusus di bawah ini.
- Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan social
- Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa
- Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Pengajaran sastra membawa siswa pada ranah produktif
dan apresiatif. Sastra adalah sistem tanda karya seni yang
bermediakan bahasa. Pencipataan karya sastra merupakan keterampilan dan
kecerdasan intelektual dan imajinatif. Karya sastra hadir untuk dibaca
dan dinikmati, dimanfaatkan untuk mengembangkan wawasan kehidupan.
Pembelajaran sastra menurut panduan penerapan KTSP
perlu menekankan pada kenyataan bahwa sastra merupakan seni yang
dapat diproduksi dan diapresiasi sehingga pembelajaran hendaknya bersifat
produktif-apresiatif. Konsekuensinya, pengembangan materi pembelajaran, teknik,
tujuan, dan arah pembelajaran harus menekankan pada kegiatan apresiati.
Pengembangan kegiatan pembelajaran apresiatif
merupakan usaha untuk membentuk pribadi imajinatif yaitu pribadi yang selalu
menunjukkan hasil belajarnya melalui aktivitas mengeksplorasi ide-ide baru,
menciptakan tata artistik baru, mewujudkan produk baru, membangun susunan baru,
memecahkan masalah dengan cara-cara baru, dan merefleksikan kegiatan
apresiasi dalam bentuk karya-karya yang unik.
Potensi individu seperti itu menurut para ahli
pendidikan akan berkembang jika mendapat dukungan kultur lingkungan yang
menghargai percobaan, melakukan langkah-langkah spekulatif, fokus pada
pengembangan ide-ide baru, bahkan melakukan hal yang tidak dapat dilakukan
orang sebelumnya. Semua potensi dikembangkan melalui pengulangan yang variatif
sehingga terbentuk mutu keterampilan yang terasah.
- Realitas Sastra Indonesia dalam Masyarakat Indonesia Kini
Sastra dianggap kurang penting dan kurang berperan
dalam masyarakat Indonesia hari ini. Hal ini terjadi karena masyarakat kita
saat ini sedang mengarah ke masyarakat industri sehingga konsep-konsep yang
berkaitan dengan sains, teknologi, dan kebutuhan fisik dianggap lebih penting
dan mendesak untuk digapai. Sedikitnya perhatian anggota masyarakat terhadap
kegiatan kesastraan dan kebudayaan pada umumnya merupakan salah satu indikasi
adanya kecenderungan tersebut. Kegiatan kesastraan dan kebudayaan dianggap
hanya memberi manfaat nonmaterial, batiniah, sehingga dianggap kurang mendesak
dan masih dapat ditunda.
Kondisi di atas juga terjadi dalam dunia pendidikan.
Perhatian para murid dan pengelola sekolah terhadap mata pelajaran yang
berkaitan dengan sains, teknologi, dan kebutuhan fisik jauh lebih besar bila
dibandingkan dengan mata pelajaran kemanusiaan. Ketiadaan laboratorium bahasa,
sanggar seni, buku bacaan kesastraan, dan berbagai fasilitas lain yang
diperlukan dalam pengajaran merupakan bukti konkret adanya ketidakperhatian
tersebut.
Bila kita menganggap pendidikan merupakan upaya lain
untuk memanusiakan manusia, perhatian terhadap semua materi ajar di sekolah
haruslah seimbang. Seorang guru dapat melakukan hal-hal seperti dibawah ini
untuk mewujudkan pembelajaran sastra di sekolah sehingga mata pelajaran ini
menjadi menarik dan mendapat tempat di hati siswa.
Langkah awal yang perlu dilakukan adalah meyakinkan
siswa bahwa pengajaran sastra tidak hanya menawarkan hiburan sesaat, tetapi
juga akan memberi berbagai manfaat lain bagi siswa. Penikmatan yang apresiatif
terhadap puisi, prosa fiksi, drama dalam berbagai genre akan membuktikan
kemanfaatan tersebut pada siswa.
Selanjutnya, guru pun harus berusaha mengubah teknik
pembelajaran sastra di sekolah. Selama ini pengajaran sastra dan juga bahasa
Indonesia lebih diarahkan pada aspek sejarah dan pengetahuan sehingga siswa
dipacu untuk menghafal, bukan untuk mengahayati karya yang diajarkan.
Kegiatan apresiasi sastra tidak hanya diajarkan dalam
bentuk pembacaan karya sastra oleh siswa. Kegiatan ini dapat juga diwujudkan
dalam berbagai bentuk kegiatan dengan berbagai teknik pembelajaran. Kegiatan
deklamasi, lomba penulisan puisi, musikalisasi puisi, dramatisasi puisi,
mendongeng, pembuatan sinopsis, bermain peran, penulisan kritik dan esei, dan
berbagai kegiatan lain dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkan apresiasi sastra
pada siswa. Berbagai kegiatan tersebut akan menumbuhkan penghayatan,
pencintaan, dan penghargaan yang relatif baik pada para siswa terhadap mata
pelajaran bahasa dan sastra Indonesia.
Hal lain yang juga perlu dipikirkan saat ini adalah
pemanfaatan dan pengadaan buku/ bacaan kesastraan di sekolah. Pemerintah, di
satu sisi, telah berusaha melengkapi buku bacaan untuk para siswa melalui
Proyek Pengadaan Buku Bacaan. Meskipun bahan yang dikirimkan ke sekolah belum
memadai, guru seharusnya dapat memanfaatkan sarana yang ada itu untuk memancing
kreativitas membaca dan mencipta pada siswa. Di samping itu, guru dan pihak
sekolah harus juga berusaha membeli bacaan lain, seperti surat kabar, kumpulan
puisi, dan berbagai media lain yang harganya relatif murah.
Kendala lain yang tampaknya juga perlu dicarikan
pemecahannya adalah sistem evaluasi pengajaran sastra dan bahasa yang cenderung
ke aspek kognitif/pengetahuan. Selama ini, ulangan semester dan ebtanas memang
lebih terfokus pada evalusi pengetahuan para siswa. Kalau mau guru dapat
melakukan evaluasi yang mengarah ke penumbuhan keterampilan dan apresiasi masih
dapat dilaksanakan di berbagai kesempatan lain di luar evaluasi di atas.
Evaluasi keterampilan dan apresiasi siswa ini dapat saja dilakukan melalui
penugasan di rumah, kegiatan ekstrakurikuler, dan berbagai kegiatan lain.
Sekarang tinggal lagi mau atau tidakkah guru bahasa/guru kelas memanfaatkan
kesempatan itu untuk evaluasi yang tidak hanya mengagungkan aspek hafalan pada
siswa.
Terakhir, guru bahasa dan pihak sekolah tampaknya juga
perlu mengaktifkan kembali sanggar-sanggar siswa di sekolah. Kegiatan sanggar
di luar jam belajar secara langsung pasti akan berpengaruh terhadap penumbuhan
keterampilan, kecintaan, penghayatan, dan penghargaan yang positif terhadap
sastra dan bahasa Indonesia pada siswa. Bagaimanapun kita tetap bersepakat
bahwa penumbuhan kreativitas, penyaluran bakat/minat, dan pembinaan moral siswa
tidak hanya dilaksanakan pada saat-saat belajar secara formal di dalam kelas,
tetapi juga melalui kegiatan ekstrakurikuler di luar jam belajar.
- Pengajaran Sastra
Pengajaran sastra di SMP maupun SMA bukan berupa
program pengetahuan budaya. Sastra Indonesia hanya semata-mata menumpang pada
pengajaran bahasa Indonesia dan diberikan hanya selama 2-3 jam per minggu.
Pengajaran sastra di sini lebih banyak kegiatannya
untuk mempelajari ragam bahasa, di sisi-sisi ragam bahasa lainnya. Hal ini
terlihat bahwa pembobotan beban materinya hanya seperenam dari seluruh materi
bidang studi/mata pelajaran Bahasa Indonesia, dengan nama pokok bahasan
Apresiasi Bahasa dan Sastra Indonesia. Dengan pemberian nama ini sudah terlihat
terjadinya penyempitan kedudukan sastra.
Dalam pembelajaran sastra usahakan siswa diminta untuk
mencoba membuat pantun sendiri dengan kreatifitas mereka masing-masing dengan
mengambil tema dari Pendidikan Moral, yaitu pantun didaktis yang berisi
ajakan-ajakan atau pesan-pesan moral. Hal serupa juga bisa diterapkan untuk
pelajaran drama, dimana guru Bahasa Indonesia bekerjasama dengan guru sejarah.
Siswa bisa diberi instruksi tentang aspek-aspek teknis dari drama dan kemudian
diminta untuk membuat pertunjukan drama dengan mengambil tema dari pelajaran
sejarah yang sedang diberikan pada saat itu, mungkin misalnya mengadegankan
kepahlawanan Diponegoro saat ditangkap Jendral De Kock sebagai bentuk ekspresi
dari tragedi. Dalam kegiatan seperti ini kelas akan ditangani oleh dua guru
sekaligus. Pembelajaran dengan pola pengajaran tim (team teaching) berdasar
tema bukan rumpun dan bersifat sementara.
Dengan pola seperti ini siswa akan mendapat dua nilai sekaligus
dalam satu kegiatan pembelajaran, yaitu mata pelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia dan mata pelajaran yang dipadukan materinya, dalam dua contoh di atas
disebutkan mata pelajaran Sejarah dan Pendidikan Moral, dan ini tidak menutup
kerjasama dengan yang lainnya. Mengingat begitu banyaknya Kompetensi Dasar yang
harus dicapai oleh siswa dalam satu tahun pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia.
Diharapkan bahwa dengan cara ini, efesiensi waktu
pembelajaran juga bisa diperoleh dengan kegiatan ini. Beban siswa terhadap
standart kompetensi yang disusun dalam silabus masing-masing guru mata
pelajaran bisa terpenuhi dengan tidak terlalu banyak pengulangan. Mengadakan
kegiatan yang melibatkan siswa secara aktif ini akan meningkatkan kompetensi
siswa dalam sastra tanpa harus menambah rasa kebosanan mereka dan sekaligus
membuat pengajaran bahasa dan sastra Indonesia menjadi lebih menarik dan
meningkatkan daya kreasi siswa.
Sastra tak bisa dan tak perlu diajarkan. Yang bisa
dilakukan oleh seorang guru sastra dalam mengajar adalah mengajak anak didiknya
untuk melihat kemanfaatan sastra. Memposisikan sastra sedemikian rupa pada
tempatnya yang tepat sehingga jelas kaitannya, relevansinya dengan kehidupan
dan proses pembelajaran. Dengan lain kata, seorang guru sastra berdiri di depan
kelas di hadapan murid-muridnya, bagaikan seorang pembela di dalam sebuah
peristiwa pengadilan, untuk membuktikan, untuk menunjukkan, bahwa sastra adalah
ilmu.
Mengajarkan sastra tidak boleh dimulai dengan sastra
itu sendiri, tetapi siapa yang akan mempelajarinya. Lingkungan, latar belakang
dan kebutuhan mereka yang hendak diberikan pelajaran sastra, tidak boleh kalah
penting dari suara karya-karya itu. Tidak seperti pelajaran sejarah, sastra
bukanlah masa lalu, karenanya harus mulai dari aksi-aksi yang nyata.
Kerucut sistim pembelajaran yang mengajak guru memulai
pelajaran sastra seperti pelajaran sejarah sastra, sehingga harus mulai dengan
menghapal apa itu pantun, gurindam, soneta dan seloka, perlu dibalik total.
Pelajaran sastra harus hidup, dimulai dengan apa yang nyata di sekitar dalam
lingkungan mereka yang diajar.
Sebuah sajak, novel, lakon, cerpen, esei dan
sebagainya hanya alat untuk menyampaikan/mengekspresikan gagasan dari
penulisnya/pengarangnya. Di balik cerita, di dalam kata-kata ada rembukan dan
kesaksian. Itulah yang harus ditontonkan kepada mereka yang belajar sastra.
Membaca karya sastra seperti menggali tambang mengeruk, memburu makna-makna
yang bersembunyi di balik kata-kata.
BAB IV
PENUTUP
- Kesimpulan
Pembelajaran sastra sangatlah penting terlebih pada
jenjang Pendidikan Sekolah Dasar, karena di dalam pembelajaran sastra tersebut
terdapat beberapa aspek humaniora yang dapat mengasah kepekaan sosial,
ketajaman watak, serta dengan mempelajari sastra, seseorang dapat belajar
bagaimana caranya mengharagai karya-karya orang lain, karena pada dasarnya
sastra dapat membantu seseorang lebih memahami kehidupan dan menghargai
nilai-nilai kemanusiaan
- Saran
Pembelajaran sastra dianggap tidaklah penting, karena
pada jenjang pendidikan umumnya lebih mengedepankan serta mementingkan
pembelajaran yang ilmiah dan bertehnologi. Padahal dengan adanya pembelajaran
sastra dapat turut berperan dalam pembentukan kepribadian, watak, dan sikap
yang tentunya akan lebih baik jika diterapkan sejak dini dalam tahapan jenjang
Pendidikan Sekolah Dasar pada umumnya. Seharusnya Sastra dapat
dioptimalkan pembelajarannya sehingga dapat diapresiasikan dengan baik
DAFTAR PUSTAKA
Wijaya, Putu. 2011. Pengajaran Sastra.
http://sastra-indonesia.com/2011/03/pengajaran-sastra/. Wibisono, B Kunto.
2010. Pembelajaran Sastra Dorong Sikap
Kritis.http://www.antaranews.com/berita/206353/pembelajaran-sastra-dorong-sikap-kritis.
Arif, Mohammad. 2008. Pembelajaran Sasta Secara Integratif.
http://re-searchengines.com/mohamad0708.html.
Hamid, Mukhlis A. Pengajaran Sastra Indonesia Di
Sekolah.http://gemasastrin.wordpress.com/2007/04/20/pengajaran-sastra-indonesia-di-sekolah/.Pembelajaran
Sastra Indonesia di Sekolah. http://gurupembaharu.com/home/?p=9911
No comments:
Post a Comment